Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penamaan Vaksin Nusantara Dikritik: Seolah Buatan Dalam Negeri, Padahal Tidak

Epidemiolog Dicky Budiman menyebut metode berbasis sel dendritik pada Vaksin Nusantara bukan dicetuskan oleh orang Indonesia.
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Rapat tersebut membahas tentang dukungan pemerintah terhadap pengembangan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara./Antara
Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021). Rapat tersebut membahas tentang dukungan pemerintah terhadap pengembangan vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Epidemilog dari Griffith University mengkritik penamaan Vaksin Nusantara besutan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

Dicky menilai penamaan Vaksin Nusantara mengandung tendensi yang tidak pas. "Seolah mengesankan ini produk dalam negeri atau kreasi dalam negeri padahal faktanya tidak," kata Dicky seperti dilansir dari Tempo, Rabu (14/4/2021).

Dicky mengatakan, dalam dunia ilmiah, hal tersebut tidak etis. Sebab, metode berbasis sel dendritik pada Vaksin Covid-19 bukan dicetuskan oleh orang Indonesia. "Itu sudah lama. Satu dekade terakhir masalah dendritik sel itu mengemuka dan masih dalam preklinik," ujarnya.

Menurut Dicky, dalam dunia ilmiah, metode tersebut memang diakui memiliki potensi. Namun, saat berbicara strategi pandemi, peneliti harus memilih intervensi, teknologi, atau riset yang jelas memberikan dampak terhadap perbaikan kesehatan masyarakat.

"Jadi kalau memilih riset vaksin artinya yang memang memiliki dasar ilmiah yang kuat atau rekomendasi ilmiah yang kuat," tuturnya.

Dicky mencontohkan metode messenger RNA atau mRNA dalam teknologi vaksin cenderung baru. Namun, rujukan ilmiahnya sudah banyak dan kuat, sehingga beberapa vaksin Covid-19 yang dikembangkan negara maju menggunakan teknologi tersebut.

Teknologi mRNA, kata Dicky, mampu menghadapi virus dengan karakter SARS-CoV-2 yang sering bermutasi dan punya banyak varian. "Dia sangat dinamis, teknologi ini bisa memodifikasi sehingga bisa merespons varian baru yang muncul," jelasnya.

Dicky menilai penggunaan teknologi sel dendritik dalam vaksin yang dikembangkan Terawan itu masih dalam kajian yang sangat panjang. Studi preklinisnya masih terus dilakukan karena belum banyak data atau hasil yang meyakinkan.

Selain itu, sel dendritik juga tidak tepat dan efektif dijadikan strategi kesehatan masyarakat. "Karena tenaga SDM yang diperlukan untuk melakukan pemberian vaksin ini luar biasa banyak, intensif lagi. Beda dengan vaksin biasa yang 1 orang bisa lakukan sendiri," tutur Dicky.

Vaksin dengan sel dendritik, imbuhnya, harus menggunakan rumah sakit dan tidak bisa dilakukan di Puskesmas atau Posyandu. Dari segi biaya juga mahal.

"Rata-rata Rp200 jutaan kalau lihat di Jepang yang untuk kanker. Mahal sekali. Artinya untuk strategi kesehatan masyarakat enggak efektif. Yang testing kita 1 jutaan saja sudah megap-megap mahal," paparnya.

Sementara itu, uji klinis fase kedua yang dilakukan oleh peneliti Vaksin Nusantara menuai polemik. Pasalnya, proses itu tetap dilakukan padahal belum ada izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Seperti diketahui, hingga saat ini, BPOM belum mengeluarkan izin untuk melanjutkan riset uji klinis ke tahap dua. Alasannya, tim belum melaporkan tindakan korektif yang telah diminta atas apa yang sudah dikerjakan di uji klinis tahap satu.

Beberapa syarat yang harus dipenuhi di antaranya adalah cara Uji Klinik yang Baik (Good Clinical Practical), Proof of Concept, Good Laboratory Practice dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (Good Manufacturing Practice).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Tempo.Co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper