Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kasus Bansos, Fee Pejabat, dan Rahasia Umum

Direktur Utama PT Rajawali Parama Indonesia Wan Muhammad Guntar Syahputra Barus bersaksi untuk terdakwa Harry Van Sidabukke yang didakwa menyuap mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara senilai Rp1,28 miliar terkait penunjukan perusahaan penyedia bansos sembako COVID-19.
Ilustrasi - Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang tunai saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan Covid-19 senilai Ro14,5 miliar di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari./Antara-Hafidz Mubarak A
Ilustrasi - Penyidik KPK menunjukan barang bukti uang tunai saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) tindak pidana korupsi pada program bantuan sosial di Kementerian Sosial untuk penanganan Covid-19 senilai Ro14,5 miliar di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari./Antara-Hafidz Mubarak A

Bisnis.com, JAKARTA- Kasus suap pengadaan bansos Covid-19 mengungkap hal haram yang selama ini dianggap biasa.

Hal yang dianggap wajar itu adalah praktik "titip harga" atau jatah fee untuk pejabat. Konyolnya, untuk mendapatkan proyek, pengusaha seperti tidak kuasa untuk menolak.

Praktik tersebut tak ubahnya seperti premanisme pada aktivitas pedagang kaki lima atau toko-toko di pinggir jalan di daerah tertentu. Mereka harus membayar "upeti" tertentu atau tak bisa berjualan atau paling tidak selama berusaha mereka menjadi merasa tidak aman.

Efeknya, harga jual barang harus dinaikkan atau di antara harga yang harus dibayarkan konsumen ada jatah untuk para pengutip.

Semua praktik itu, walau tidak diakui, sepertinya masih berjalan hingga saat ini.

Selain premanisme di jalanan, premanisme yang "lebih bersih" atau terkesan "lebih beradab" terjadi di dunia usaha. Modelnya adalah dengan alokasi beragam fee mulai dari entertainment fee hingga commitment fee. Istilah-istilah keren yang bermuara pada setoran kepada pejabat tertentu untuk memuluskan proyek. 

Jatah Pejabat

Terkait fee pejabat, hal itu di antaranya terungkap pada persidangan kasus suap pengadaan pada program bantuan sosial Kemensos yang menjerat Juliari P. Batubara.

Direktur Utama PT Rajawali Parama Indonesia Wan Muhammad Guntar Syahputra Barus menyinggung soal tersebut saat bersaksi untuk terdakwa Harry Van Sidabukke.

Harry didakwa menyuap mantan Menteri Sosial Juliari P Batubara senilai Rp1,28 miliar terkait penunjukan perusahaan penyedia bansos sembako Covid-19.

Dalam kesaksiannya, Guntar mengaku ada kewajiban untuk menyerahkan fee kepada pejabat Kementerian Sosial dalam pengadaan bantuan sosial.

"Saat pertengahan perjalanan saat mau masuk tahap 12 ada komisaris saya sampaikan catatan pengeluaran, 'Mas ini Rajawali sekian, ini setor ke atas, ke Pak Adi sekian," kata Guntar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (29/3/2021).

Komisaris yang dimaksud oleh Guntar adalah Daning Saraswati yang juga istri Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako COVID-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos Matheus Joko Santoso.

"Setor ke atas maksudnya Pak Adi," ungkap Guntar.

Adi yang dimaksud adalah Kabiro Hukum Kemensos sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pengadaan bansos Adi Wahyono.

"Dalam BAP No 11 saudara mengatakan Matheus Joko membuat coret-coretan di atas kertas jika kuota bansos reguler sebesar 18.713 paket maka commitment fee yang diberikan ke pejabat Kemensos yaitu Rp200 juta per tahapan', benar?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK M Nur Azis.

"Betul," jawab Guntar.

"Untuk bansos komunitas setoran pejabat Kemensos Rp165 juta?" tanya jaksa

"Betul," jawab Guntar.

"Jadi bukan ke Pak Adi tapi pejabat Kemensos?" tanya jaksa.

"Salah satunya Pak Adi," jawab Guntar.

"Jadi total komitmen Rp765 juta?" tanya jaksa.

"Iya 3 tahap reguler, 1 tahap komunitas," jawab Guntar.

"Lalu ada pernyataan jika kuota bansos reguler 50 (ribu) maka setoran ke pejabat Kemensos adalah Rp1 miliar?" tanya jaksa.

"Saya mendengarnya bukan dari Pak Joko tapi dari obrolan kalau kuota 50 ribu setorannya Rp1 miliar," jawab Guntar.

"Jadi rahasia umum?" tanya jaksa.

"Iya," jawab Guntar.

Guntar mengaku PT Rajawali Parama mengerjakan paket bansos tahap 10, 11, 12 dan komunitas pada Oktober 2020.

Pada tahap 10, PT Rajawali mendapat 18.713 paket, tahap 11 mendapat 18.713 paket, tahap komunitas mendapat 16.813 paket dan pada tahap 12 sebanyak 18.713 paket.

Tas Ibanez dan Kardus Aqua

Praktik penyerahan setoran pada kasus ini dilakukan secara cash. Sejumlah uang diserahkan kepada orang yang diperintahkan untuk menerima di tempat tertentu.

Untuk menyamarkan, uang tersebut diserahkan di dalam bungkus atau kemasan tertentu.

Tengok saja pengakuan Sanjaya, sopir PPK Matheus Joko Santoso di persidangan berikut.

Sanjaya mengaku beberapa kali diminta mengantarkan titipan uang dari Harry Van Sidabukke.

Harry adalah terdakwa kasus suap pengadaan bantuan sosial Covid-19 ke Matheus Joko Santoso.

Uang tersebut, ujar Sanjaya, dititipkan dengan menggunakan tas berisi gitar merek Ibanez dan kardus air mineral.

Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan kasus suap pengadaan bantuan sosial Covid-19 dengan terdakwa Harry Van Sidabukke.

Sanjaya dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kali ini. Jaksa awalnya menanyakan uang titipan dari Harry Van Sidabukke ke Matheus Joko Santoso.

Sanjaya mengaku dua kali mengantarkan titipan uang tersebut.

"Kapannya saya lupa, cuma tugasnya ambil titipan saya, udah itu. Saya ketemu Pak Harry ke parkiran dua, ketemu driver-nya. Di Cawang Kencana Kemensos. Uangnya ditaro di dalam kardus Aqua," kata Sanjaya saat bersaksi, Senin (29/3/2021).

Kedua, lanjut Sanjaya dia menerima titipan uang di dalam tas berisi gitar merek Ibanez di kawasan Green Pramuka, Jakarta Pusat.

"Awalnya Mas Harry datang, ketemu dengan bawa tas gitar merek Ibanez, warnanya abu-abu. Nah, kan saya enggak tau kalau itu tas isinya ada uangnya. Setelah semuanya udah selesai kan kita pulang, nah tas itu ditaro di bangku sama mas Harry. Nah saya bilang, 'Mas ini gitarnya enggak dibawa?' kata Mas Harry 'itu titipan buat bapak'," kata Sanjaya.

Dari kedua titipan itu, dia mengaku tidak mengetahui berapa jumlah uangnya. Namun, dia mengaku uang yang dititipkan tersebut dalam mata uang rupiah.

"Rupiah, kalau nilainya saya enggak tahu," katanya.

Dalam perkara ini Harry Van Sidabukke didakwa menyuap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara senilai Rp1,28 miliar terkait penunjukan perusahaan penyedia bantuan sosial (bansos) sembako Covid-19.

Selain menyuap Juliari, Harry didakwa menyuap dua anak buah Juliari yaitu Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Kedudukan Adi Wahyono selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Satuan Kerja Kantor Pusat Kemensos tahun 2020 dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos bulan Oktober - Desember 2020.

Sedangkan Matheus Joko Santoso selaku PPK pengadaan bansos sembako Covid-19 pada Direktorat Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial Kemensos bulan April - Oktober 2020.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Saeno
Editor : Saeno
Sumber : Antara/ Harian Jogja/Bisnis.com
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper