Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan belum menerima informasi terkait soal temuan rangkap jabatan petinggi BUMN oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan hingga Selasa (23/3/2021), Kementerian BUMN belum mendapatkan data apa pun dari KPPU soal temuan terkait rangkap jabatan yang menimbulkan persaingan tidak sehat.
“Karena belum ada data apapun maka kami tidak bisa merespons apapun dari informasi KPPU tersebut,” ungkap Arya, Selasa (23/3/2021).
Arya mengharapkan KPPU agar dapat langsung bertemu dan berkomunikasi dengan Kementerian BUMN guna mendapatkan klarifikasi langsung. Selain itu, hal ini juga dapat mempererat kerja sama antarlembaga negara.
“Kita harap ke depannya teman-teman KPPU bisa lebih memperrat kejar sama dalam pemberian informasi. Jadi kita juga bisa luruskan dengan baik kalau ada pelanggaran-pelanggaran atau hal lainnya,” lanjut Arya.
Sebelumnya, KPPU menyarankan Menteri BUMN Erick Thohir mencabut aturan yang memberi ruang rangkap jabatan bagi para Dewan Komisaris maupun Dewan Pengawas di perusahaan selain BUMN.
Pernyataan itu diungkapkan KPPU menyusul temuan satu personil pejabat BUMN sektor tambang yang diketahui merangkap jabatan di 22 perusahaan.
"Tidak tertutup kemungkinan ini akan diperdalam KPPU kepada proses penegakan hukum, jika ditemukan adanya indikasi persaingan usaha tidak sehat sebagai akibat jabatan rangkap tersebut," kata Anggota KPPU Ukay Karyadi dalam keterangan resmi KPPU dikutip Bisnis, Selasa (23/3/2021).
Adapun temuan KPPU ini terfokus pada tiga sektor usaha milik negara antara lain BUMN sektor finansial yang mencakup asuransi, investasi (31 pejabat), kemudian tambang (12), dan yang terakhir konstruksi (19).
Arya meluruskan beberapa hal terkait rangkap jabatan petinggi BUMN. Saat ini, aturan menetapkan bahwa direksi BUMN hanya bisa menjadi anggota komisaris di satu anak perusahaan untuk fungsi pengawasan.
“Ïtu pun sebenarnya dia merangkap itu sebagi direksi di holdingnya, dia jadi komisaris di anak perusahaan. Itu bagian dari pengawasan, karena dia harus mengawasi anak perusahaannya, bukan merangkap di mana-mana.” pungkas Arya.
Arya memberi contoh, saat BUMN jalan tol membangun ruas jalan tol, mereka diharuskan membuat anak usaha. Sehingga, direktur BUMN yang merangkap jadi komisaris anak usaha ini sebagai langkah penghematan.
“Biasanya harus lengkap nih direktur [anak usaha]-nya berapa, komisarisnya berapa. Nah ini kadang-kadang pemborosan. Maka direktur [BUMN] biasanya merangkap jadi komisaris di anak usaha jalan tol tersebut,” jelasnya.