Bisnis.com, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia membolehkan penggunaan vaksin buatan AstraZeneca produksi Korea Selatan yang mengandung babi karena alasan kedaruratan.
Asrorun Ni'am Sholeh, Ketua Majelis Ulama Indonesia Bidang Fatwa mengatakan vaksin AstraZeneca yang diproduksi oleh SK Bioscience di Andong Korea Selatan hukumnya memang haram karena dalam tahapan produksinya memanfaatkan tripsin yang berasal dari babi.
“Kendati demikian, penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca hukumnya dibolehkan dengan lima alasan,” katanya dalam keterangan pers virtual pada Jumat (19/3/2021).
Pertama, terdapat kondisi kebutuhan yang mendesak atau memenuhi kondisi kedudukan darurat syar’i. Kedua, adanya keterangan dari ahli yang kompeten dan terpercaya terkait bahaya dan risiko fatal jika tidak dilakukan vaksinasi.
Ketiga, ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksin Covid-19 sebagai ikhtiar mewujudkan herd immunity atau kekebalan komunitas. Keempat, ada jaminan keamanan penggunaannya oleh pemerintah, sesuai dengan penjelasan sesuai rapat komisi fatwa.
Kelima, sambung Asrorun, pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin mengingat keterbatasan vaksin yang tersedia baik di Indonesia maupun tingkat global.
Baca Juga
Kendati demikian, dia menjelaskan bahwa izin penggunaan vaksin AstraZeneca kali ini tidak berlaku lagi jika kelima alasan tersebut hilang. Selain itu, pemerintah tetap harus memprioritaskan penggunaan vaksin yang halal semaksimal mungkin khususnya bagi umat Islam.
“Umat islam Indonesia wajib berpartisipasi dalam program vaksinasi Covid-19 yg dilaksanakan pemerintah untuk mewujudkan kekebalan kelompok dan terbebas dari wabah Covid-19,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 BPOM Lucia Rizka Andalusia mengatakan vaksin ini sudah disetujui di beberapa negara di Inggris, Arab Saudi, Mesir, Maroko, Uni Emirat Arab, Pakistan dan negara Eropa lainnya.
“BPOM telah mengevaluasi khasiat dan mutu. Hasil evaluasi khasiat keamanan berdasarkan hasil uji klinis, aman dan dapat ditoleransi dengan baik,” ungkapnya.
Efikasi vaksin dengan dua dosis standar hingga pemantauan 3 bulan menunjukkan efikasi sebesar 62,1 persen, sesuai dengan standar WHO minimal 50 persen.
Adapun, MUI telah melakukan pengkajian dari aspek keagamaan dan juga pemeriksaan terkait aspek bahan (ingredient) dan proses produksi dan keterangan pemerintah yang kredibel, pada tanggal 16 maret MUI menetapkan fatwa No. 14/2021 tentang hukum vaksin Covid-19 produk Astrazeneca yang selanjutnya pada 17 Maret, fatwa tersebut diserahakan ke pemerintah.