Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai sikap responsif Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang mengumumkan adanya upaya pengambilalihan paksa atau kudeta kepemimpinan partainya, sudah sangat tepat.
Sebab, ujar dia, upaya pembajakan partai politik bisa dilakukan secara cepat dan sistematis.
"Jika kasusnya tak mencuat seperti saat ini, mungkin bulan ini Demokrat sudah diambil alih. Tapi, karena kasusnya sudah mencuat ke publik, ini yang harus kita nanti perkembangannya," ujar Ujang saat dihubungi Senin (1/2/2021) malam.
Hal yang sama, kata Ujang, pernah terjadi pada Partai Berkarya yang diambil alih oleh kelompok Muchdi Pr.
Semula, pihak-pihak internal Partai Berkarya tidak percaya bahwa pencaplokan kepemimpinan partai tersebut akan terjadi. Namun, ketika tiba-tiba muncul gerakan KLB dadakan, kemudian dengan begitu cepat mendapatkan legalisasi Kemenkumham, mereka baru kaget dan bereaksi.
"Jadi, kalau menurut saya, ini bukan sekadar kepanikan AHY, tapi memang ada indikasi dugaan skenario besar yang akan mendongkel kekuasaannya dari Partai Demokrat. Bahkan, Partai Demokrat sudah menunjuk siapa saja yang berupaya kudeta tersebut," tuturnya.
Baca Juga
Jika melihat tuduhan Demokrat, lanjut Ujang, ada indikasi bekas Panglima TNI Moeldoko ingin memakai Demokrat sebagai perahu politik menuju Pilpres 2024.
"Bahkan, Demokrat juga menyebut Moeldoko sudah izin ke Pak Lurah untuk nyapres," ujar dia.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai, hal ini menunjukkan suhu politik menuju Pilpres 2024 sudah mulai naik.
"Sebab, tokoh-tokoh yang selama ini dipersepsikan akan maju nyapres, kepala daerah yang top-top itu, terancam gagal karena Pilkada 2022 akan ditiadakan. Maka ke depan, aktor-aktor politik ini akan mencari panggung agar bisa bertanding di 2024," ujar Adi.
AHY sebelumnya menyatakan bahwa ada gerakan pengambilalihan paksa kepemimpinan Partai Demokrat melalui kongres luar biasa. AHY menyebut ada orang di lingkaran Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang terlibat.
AHY awalnya tak menyebut nama, belakangan, Politikus Demokrat Rachland Nashidik kemudian menyebut nama Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko ikut terlibat. Menanggapi tuduhan tersebut, Moeldoko melakukan konferensi pers dan menyatakan bahwa isu ini tidak ada kaitannya dengan istana dan Presiden Jokowi. Hal ini, ujar dia, merupakan urusan personal.