Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana berkomitmen untuk melakukan langkah tegas guna mencegah aparatur sipil negara (ASN) terpapar paham radikalisme.
Dikutip dari laman menpan.go.id, Kamis (28/1/2021), langkah tegas tersebut tertuang dalam Surat Edaran Bersama Menteri PANRB dan Kepala BKN No. 02/2021 dan No. 2/SE/I/2021 tentang Larangan bagi ASN untuk Berafiliasi dengan dan/atau Mendukung Organisasi Terlarang dan/atau Organisasi Kemasyarakatan yang Dicabut Status Badan Hukumnya.
“SE Bersama ini ditujukan bagi ASN agar tetap menjunjung tinggi nilai dasar untuk wajib setia pada Pancasila, UUD 1945, pemerintahan yang sah serta menjaga fungsi ASN sebagai perekat dan pemersatu bangsa,” demikian bunyi dari SE Bersama tersebut.
Lebih lanjut, keterlibatan ASN dalam organisasi terlarang dan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang telah dicabut status badan hukumnya dapat memunculkan sikap radikalisme negatif di lingkungan ASN dan instansi pemerintah.
Beleid ini dibuat sebagai pedoman dan panduan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) mengenai larangan, pencegahan, dan tindakan terhadap ASN yang berafiliasi atau mendukung organisasi terlarang atau ormas tanpa dasar hukum.
Di dalamnya juga terdapat ketentuan mengenai langkah-langkah pelarangan, pencegahan, penindakan, dan dasar hukum penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN yang terlibat.
Adapun, langkah pelarangan oleh PPK tersebut mencakup tujuh hal yakni menjadi anggota atau memiliki pertalian, memberikan dukungan langsung dan tidak langsung, menjadi simpatisan, terlibat dalam kegiatan.
Kemudian, menggunakan simbol serta atribut organisasi, menggunakan berbagai media untuk menyatakan keterlibatan dan penggunaan simbol dan atribut, serta melakukan tindakan lain yang terkait dengan organisasi terlarang dan ormas yang dicabut badan hukumnya.
SE Bersama ini merupakan tindak lanjut dari Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut, serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam yang diterbitkan pada 30 Desember 2020 lalu. SE Bersama Menteri PANRB dan Kepala BKN ini diterbitkan dengan tujuan agar ASN tidak terlibat dalam paham dan praktik radikalisme.
Sebelumnya, pada tahun 2019, pemerintah telah mengeluarkan SKB 11 Menteri dan Kepala Lembaga tentang Penanganan Radikalisme dalam rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada ASN.
SKB ini dimaksudkan untuk mencegah dan menangani tindakan radikalisme di kalangan ASN dan instansi pemerintah. Sebagai tindak lanjut, pemerintah membuat Portal Aduan ASN (aduanasn.id) sebagai sistem pelaporan atas pelanggaran yang dilakukan ASN seperti prilaku yang bersifat menentang atau membuat ujaran kebencian. Portal Aduan ASN ini terbuka bagi masyarakat untuk mengadukan ASN yang dicurigai terpapar radikalisme negatif dengan disertai bukti.
Kemudian, Kementerian PANRB pada September 2020 juga telah meluncurkan aplikasi ASN No Radikal, sebagai portal tindak lanjut dari Portal Aduan ASN. Aplikasi ini ditujukan untuk penyelesaian kasus ASN yang terpapar radikalisme oleh PPK secara elektronik.
Dalam SE Bersama ini juga disebutkan organisasi terlarang dan ormas yang telah dicabut status badan hukumnya, yaitu Partai Komunis Indonesia, Jamaah Islamiyah, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), dan Front Pembela Islam (FPI).
Untuk diketahui, organisasi terlarang dan ormas yang dicabut status badan hukumnya adalah organisasi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan dan/atau keputusan pemerintah dinyatakan dibubarkan, dibekukan dan/atau dilarang melakukan kegiatan, karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, melakukan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan terorisme, mengganggu ketertiban umum dan/atau kegiatan lain yang mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sementara itu, Menkopolhukam Mahfud MD sebelumnya mengumumkan pemerintah membubarkan FPI. Organisasi pimpinan Rizieq Shihab itu dianggap sudah tak memiliki legalitas sebagai organisasi masyarakat.
"Pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan segala kegiatan yang dilakukan FPI karena tidak punya legal standing baik sebagai ormas maupun organisasi biasa, sejak hari ini," kata Mahfud dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal Youtube Kemenko Polhukam RI pada Rabu (30/12/2020).
Mahfud memaparkan bahwa alasan pemerintah membubarkan FPI ialah karena secara hukum ormas tersebut telah bubar karena belum memenuhi persyaratan sebagai ormas yang izinnya sebenarnya telah habis sejak tanggal 21 Juni 2019.
Selain itu, pemerintah juga melihat bahwa FPI juga telah melakukan tindakan yang merugikan masyarakat misalnya sweeping, provokasi dan melanggar ketertiban dan keamanan.
"Karena itu kepada aparat dan pemerintah daerah kehadiran FPI ditolak, karena telah dilarang sejak hari ini," tegasnya.