Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pandemi Tak Berdampak Terlalu Parah bagi Bank Syariah Terbesar di Abu Dhabi

Abu Dhabi Islamic Bank melihat tidak ada tekanan yang berat pada para debitur selama masa pandemi.
Properti Dubai, Uni Emirat Arab/Istimewa
Properti Dubai, Uni Emirat Arab/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi bank syariah terbesar di Abu Dhabi tak terlalu terdampak krisis pandemi walaupun memiliki pembiayaan bermasalah yang lebih tinggi dibandingkan dengan kompetitornya.

Abu Dhabi Islamic Bank PJSC disebutkan tidak mengalami penurunan kinerja yang terlalu parah dengan dukungan program restrukturisasi pembiayaan yang diluncurkan oleh Bank Sentral Uni Emirat Arab selama masa pandemi.

Dilansir Bloomberg, Senin (9/11/2020), hal tersebut dilontarkan oleh CFO ADIB Group Mohamed Abdel Bary. Perusahaan ini melihat tidak ada tekanan yang berat pada para debitur selama masa pandemi, katanya dalam sebuah wawancara.

Kebijakan yang dirilis oleh regulator tersebut memberikan nafas bagi bank-bank untuk mengelola likuiditas dengan lebih baik dan menjamin akses pembiayaan ke sektor-sektor ekonomi UEA, yang terdampak oleh pandemi dan penurunan harga minyak.

Namun, program relaksasi tersebut bakal selesai pada akhir 2020. Bank-bank di negara tersebut pun menyiapkan lebih banyak pencadangan untuk mengantisipasi penurunan kualitas aset pembiayaan.

Rasio pembiayaan bermasalah ADIB telah meningkat hingga hampir 9 persen dari total kuartal terakhir berdasarkan Bloomberg Intelligence atau kedua tertinggi dari bank-bank di kawasan tersebut, yang telah merilis kinerja keuangan mereka.

Angka rasio NPF ADIB itu lebih tinggi dari realisasi kuartal sebelumnya yang sebesar 8,4 persen. Sementara, berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) rata-rata bank di UEA mencatatkan rasio kredit bermasalah sebesar 7,5 persen pada kuartal II/2020.

Dibandingkan dengan beberapa bank lain yang sekelas, ADIB mengalokasikan provisi yang lebih sedikit untuk meng-cover pembiayaan berkualitas buruk. Pada kuartal III/2020, cadangan kerugian penurunan nilai aset tercatat senilai US$66,8 juta atau menurun 24 persen dari kuartal sebelumnya. Namun, jika secara tahunan atau year on year, provisi pembiayaan masih naik 73 persen.

Perusahaan menyatakan mereka memonitor lebih ketat para debitur yang telah mengajukan penangguhan pembayaran cicilan. Menurut Mohamed, penurunan provisi menunjukkan ADIB berada pada jalur yang benar.

"Ini menunjukkan bagaimana pasar telah mulai membaik," katanya.

Kendati demikian, risiko debitur bisa saja meningkat saat relaksasi pembayaran diakhiri. S&P Global Ratings telah memperingkatkan bahwa kemampuan menghasilkan laba bank-bank di UEA bakal tertekan dalam waktu yang tidak singkat dan memprediksi kualitas aset bisa memburuk saat keringan pembayaran cicilan berakhir.

"Terlalu dini untuk mengambil kesimpulan mengenai kondisi perbankan di UEA karena perburukan kualitas aset bisa ditahan oleh kebijakan relaksasi regulator yang akan rampung pada bulan depan," kata Edmond Christou, analis Bloomberg Intelligence.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper