Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto digadang-gadang sudah sukses melakukan penanganan Covid-19 hingga diminta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk berbagi pengalaman dan meninjau respons Covid-19. Tapi apa benar sudah sukses?
Berdasarkan data Covid-19 Indonesia, beberapa poin dalam penanganan Covid-19 di Indonesia masih banyak kekurangan, mulai dari target-target yang belum tercapai hingga pemerintah yang hanya fokus membingkai kabar baik seperti update kesembuhan saja yang disiarkan kepada masyarakat.
Memang, berdasarkan data terakhir Satgas Covid-19 angka kesembuhan Indonesia sudah cukup tinggi yaitu 83,8 persen dengan total 357.142 kasus sudah sembuh dari total 425.796 kasus terinfeksi Covid-19.
Apabila dibandingkan dengan rerata kesembuhan dunia yang hanya 71,34 persen, pencapaian tersebut memang sudah sudah lebih tinggi.
Adapun, dari segi kasus aktif Indonesia sebanyak 13,1 persen, lebih rendah dari rata-rata dunia di angka 26,12 persen.
Namun, di sisi lain, angka kematian Indonesia masih 3,36 persen, dengan total 14.348 orang meninggal akibat Covid-19. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata dunia yang sebesar 2,52 persen.
Baca Juga
Positivity rate atau tingkat positif dihitung dari total kumulatif kasus dibagi total orang dites masih cukup tinggi di angka 14,18 persen. Padahal rekomendasi WHO di bawah 5 persen.
Beberapa target WHO seperti dari sisi testing juga banyak yang belum tercapai. WHO menargetkan Indonesia setidaknya melakukan tes pada 38.500 orang per hari, jumlah orang yang dites berbeda dengan jumlah spesimen.
Pada data terakhir 5 November 2020, jumlah testing Indonesia hanya 31.306 orang dan jumlah total orang yang sudah dites sebanyak 3.001.189 orang atau hanya sekitar 1,1 persen dari total jumlah penduduk.
Dibandingkan dengan negara yang jumlah penduduknya mendekati Indonesia, testing di Pakistan sudah lebih tinggi, sebanyak 4,6 juta tes dari total 222,3 juta penduduk. Kemudian, di Brasil, tes yang sudah dilakukan mencapai 21,9 juta orang dari total 213,1 juta penduduk.
Satgas tak kurang-kurang mengatakan bahwa jumlah laboratorium di Indonesia sudah cukup banyak dan memadai untuk melakukan testing. Tapi faktanya testing yang dilakukan di Indonesia terpusat di DKI Jakarta dan mayoritas laboratorium berada di Pulau Jawa. Padahal, populasi DKI Jakarta kurang dari 5 persen populasi Indonesia.
Ingat kemarin, Kamis (5/11/2020), data sendiri yang berbicara. Juru Bicara Satgas Covid-19 menyebutkan bahwa angka kematian di Papua dan Sulawesi Selatan masing-masing naik 350 persen dan 120 persen.
Hal itu menunjukkan penanganan di daerah belum merata, bahkan di Papua hasil tes tak hanya lama keluarnya, tapi juga jauh antar jemput ke laboratoriumnya karena minim jumlahnya.
Selanjutnya, belum-belum gelombang pertama selesai, Satgas Covid-19 sudah memperingati akan adanya risiko gelombang kedua.
Epidemiolog FKM UI Pandu Riono mengatakan bahwa dengan kenaikan kasus yang masih terus terjadi dan kebijakan pemerintah yang selalu kontradiktif, gelombang kedua otomatis tidak akan terjadi.
Penanganan Covid-19 yang dibilang sukses ini kata Pandu juga semata-mata karena salah paham dan salah persepsi.
“Suratnya [undangan WHO] tidak salah ketik. Hanya yang baca yang tidak akurat mempersepsikan. Kapan lagi bisa bilang berhasil, walaupun pada kenyataannya gelombang pertama belum terlampui, sudah sibuk mengingatkan kemungkinan gelombang kedua. Itulah Indonesia ...,” cuit Pandu lewat Twitter @drpriono1, Kamis (5/11/2020).
Pandu menegaskan Intra-Action-Review (IAR) yang akan dilakukan WHO itu dilakukan oleh semua pemangku kepentingan di Indonesia, dengan koordinasi melalui Kementerian Kesehatan.
“Semangatnya untuk perbaikan respons yang sudah teridentifikasi dan solusinya. Bukan untuk menilai kinerjanya Pak Menkes, atau kinerja Satgas Covid-19, bukan ya,” tegasnya.
Dia menjelaskan, semua penilaian akan dikemas dengan bahasa diplomatik agar pemerintah Indonesia bisa mawas diri, untuk perbaikan respon yang lebih terkoordinasi, terencana, termonitor, dan berdampak pada pengendalian kasus.
“Nanti dari diskusi WHO bisa ambil pelajaran untuk penguatan respons pandemi yang belum berhasil menekan penularan dan kematian,” tambahnya.
Harapannya, dari peninjauan yang dikoordinasikan Kemenkes, baik di tingkat nasional dan daerah adalah dapat memotret respons pandemi Indonesia, dan bisa dipakai untuk perbaikan respon mendatang.
“Kalau kita mau belajar, manfaatkan hasil review, karena semangatnya juga untuk identifikasi solusi,” kata dia.