Bisnis.com, JAKARTA – Akademisi dan filsuf Rocky Gerung kembali mengungkapkan sikapnya untuk membela Gerakan 212 sekaligus menjelaskan korelasi Piagam Jakarta dan Pancasila. Apakah ini artinya Rocky resmi menjadi mualaf?
Melalui akun Youtube Neno Warisman berjudul "Panggil Saja: Muhammad Rocky Gerung" pada Minggu (1/11/2020), Rocky mengutarakan keinginannya untuk membela hak rakyat muslim di Indonesia.
Akademisi yang beberapa tahun belakang ini sering mengkritik pemerintah itu secara eksplisit membela umat Islam di Indonesia, misalnya saat aksi demo 212.
"Jadi orang bilang saya pro 212, enggak, saya pro hak rakyat untuk tahu apa itu 212 itu. Karena kita sama-sama ada di dalam kehidupan republik, bukan kehidupan kerajaan. Jadi pemerintah nggak boleh bikin diskriminasi, tuh," ujar Rocky seperti dikutip Bisnis, Senin (2/11/2020).
Seperti diketahui, aksi demo 212 berawal pada 2 Desember 2016 yang memprotes mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atas kasus peninstaan agama.
Beberapa kali aksi demo ini berulang dengan mengangkat masalah yang berbeda yang menamai diri mereka Presidium Alumni 212.
Selain itu, Rocky juga membahas soal politik muslim atau moslem politics di Indonesia. Dia mengingatkan bahwa pendiri republik Indonesia pernah mengeluarkan Pancasila versi Piagam Jakarta.
Dalam Piagam Jakarta, sila pertama berisi "Ketuhanan yang Maha Esa dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Lalu karena kelegaan hati, kata Rocky, moslem society yang mayoritas bersedia untuk menunda atau bahkan menghapus tujuh kalimat di belakangnya.
"Saya merasakan ketidakadilan dari kekuasaan terhadap umat Islam karena seolah-olah ada kontras antara Pancasila dan Islam, dan Itu berbahaya sebetulnya," ujar Rocky.
Menurutnya, kalimat tersebut memang dihapus dari Pancasila tetapi tidak dihapus dari memori kolektif bangsa dan penting untuk diingat.
Dia juga menuturkan bahwa berpolitik dengan daya pikat agama itu biasa saja dan sah-sah saja. Namun, Rocky mengatakan antropologi Indonesia memang basisnya adalah kepercayaan, keyakinan terhadap Tuhan, dan juga keyakinan terhadap kekuasaan adikodrati.
Rocky mengatakan sudah memberi banyak kuliah di universitas, termasuk universitas Islam, termasuk pesantren untuk bicara soal itu.
Bahkan, dia mengaku pernah masuk ke pesantren Abu Bakar Ba'asyir di Ngruki yang dianggap sebagai sarang radikalisme.
"Saya diterima di situ dan kita berdiskusi dengan akal sehat dan saya membaca bahwa kebanyakan sebetulnya dari yang dianggap sebagai teroris atau apa yang menuntut justice aja. Jadi kalau pemerintah sediakan social justice maka politik yang basisnya adalah identitas bisa dialihkan energinya menjadi tuntutan sosial kan," imbuhnya.