Bisnis.com, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menolak permohonan eksepsi atau nota keberatan terdakwa kasus surat jalan palsu Brigjen Prasetijo.
"Mengadili menyatakan keberatan penasihat hukum tidak diterima," kata Hakim saat membacakan putusan sela Djoko Tjandra, Selasa (27/10/2020).
Dengan demikian, Hakim memerintahkan agar sidang surat jalan palsu dengan terdakwa Prasetijo dilanjutkan. Diketahui, setelah ini agenda sidang akan masuk pada pemeriksaan saksi-saksi.
"Memerintahkan penuntut umum melanjutkan pemeriksaan perkara," ucap hakim.
Majelis hakim menilai eksepsi yang diajukan Prasetijo tidak beralasan untuk hukum. Diketahui dalam nota keberatannya, Prasetijo menyebut jaksa penuntut umum tidak menjelaskan secara rinci bagaimana cara dirinya membuat surat jalan palsu.
Sebelumnya, Brigjen Prasetijo Utomo didakwa tiga pasal berbeda terkait kasus surat jalan palsu Djoko Tjandra. Pertama, Prasetijo didakwa telah melakukan menyuruh, hingga turut serta dalam membuat surat palsu untuk Djoko Tjandra.
Baca Juga
"Telah melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan, beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan, Selasa (13/10/2020).
Jaksa mengatakan, perbuatan Prasetijo dalam menggunakan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19, hingga surat rekomendasi kesehatan telah merugikan institusi Polri secara immateriil. Jaksa juga menyebut bahwa Prasetijo telah mencoreng nama baik Korps Bhayangkara.
"Karena hal itu mencederai dan/atau mencoreng nama baik Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum dan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri serta Pusdokkes Polri pada khususnya, mengingat saksi Djoko Tjandra adalah terpidana perkara korupsi dan menjadi buronan Kejaksaan Agung sejak tahun 2009, yang mana seolah-olah Polri khususnya Biro Korwas PPNS telah memfasilitasi perjalanan, seperti layaknya perjalanan dinas yang dilakukan oleh orang bukan anggota Polri," ucap Jaksa.
Jaksa membeberkan pihak yang mengalami kerugian immateriil adalah otoritas Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur dan Bandara Supadio, Pontianak. Pasalnya, terdapat tindakan memanipulasi petugas dengan menggunakan surat yang tidak benar.
Selain itu, Prasetijo didakwa melakukan perbuatan berlanjut seorang pejabat. Dia disebut secara sengaja membantu melepaskan Djoko Tjandra yang saat itu tengah menjadi buronan.
"Dakwaan kedua, telah melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut pejabat yang ditugasi menjaga orang yang dirampas kemerdekaannya atas perintah penguasa umum atau atas ketetapan pengadilan dengan sengaja melepaskannya atau memberi pertolongan pada waktu orang itu dilepaskan atau melepaskan diri," papar jaksa.
Menurut jaksa, Prasetijo selaku pejabat Polri seharusnya memberi informasi ihwal keberadaan Djoko Tjandra. Namun, Prasetijo justru bertindak sebaliknya, dengan menyanggupi dan mengusahakan dokumen perjalanan untuk Djoko Tjandra
"Sehingga terpidana seperti Djoko Tjandra yang selama ini melarikan diri dapat terus melepaskan dari kewajiban menjalani penahanan atau pemidanaan," lanjut jaksa.
Ketiga, Brigjen Prasetijo juga didakwa melakukan kejahatan dengan menghalangi penyidikan. Dia dinilai terbukti membakar sejumlah dokumen. Hal itu karena pemberitaan mengenai keberadaan Djoko Tjandra di Tanah Air mulai merebak.
Jaksa mengungkapkan, surat tersebut dibakar untuk menutupi penyidikan pemalsuan surat yang dilakukan oleh Prasetijo. Selain itu, Prasetijo juga disebut bermaksud untuk menghilangkan barang bukti yang menyebutkan dirinya bersama Johny ikut menjemput Djoko Tjandra.
Atas perbuatannya, Brigjen Prasetijo pasal 263 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat 1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dan atau Pasal 263 ayat (2) KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Lalu Brigjen Prasetijo juga diancam pasal 426 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat 1 KUHPidana. Ketiga, Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHPidana jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.