Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Keluarga Samsung dan Polemik Pajak Warisan di Korsel

Kebijakan pajak warisan telah menjadi polemik tersendiri di Korea Selatan. Sejumlah keluarga konglomerat dikabarkan berusaha menghindari pajak warisan, termasuk keluarga koglomerat Samsung.
Samsung Electronics Co. Vice Chairman Jay Y. Lee/ Bloomberg
Samsung Electronics Co. Vice Chairman Jay Y. Lee/ Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – Badan pengawas perusahaan Korea Selatan tengah mengawasi kegiatan amal yang mungkin digunakan oleh para keluarga konglomerat untuk menghindari pajak warisan. 

Pajak tersebut berpotensi mengurangi kekuasaan dan mempertahankan kendali, menurut laporan Bloomberg News Jumat (23/10/2020).

“Itu langkah yang cerdas, tapi tidak lengkap,” ungkap Analis Bloomberg, Shelly Banjo, seperti dilansir Bloomberg, Minggu (25/10/2020).

Berdasarkan keterangan tersebut, jumlah uang yang ada di yayasan Chaebol (konglomerat) Korsel berjumlah US$12,9 miliar. Agar uang tersebut, yang turut dikelola oleh Samsung Group dan Hyundai Motor Group, itu benar-benar efektif, Seoul harus menebar jaring yang lebih luas.

“Para Chaebol itu harus mempertimbangkan reformasi, atau bahkan menghapus pajak warisan sama sekali,” kata Banjo.

Korea memiliki pajak kematian tertinggi di antara negara-negara OECD (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi/Organisation for Economic Co-operation and Development) lainnya kecuali Jepang sebesar 55 persen. Di Jepang, kebijakan itu, juga diupayakan untuk dihapuskan oleh sejumlah politisi.

Ketika seseorang meninggal dunia di Korea, pemerintah setempat akan menarik 50 persen dari asetnya dan membatasi jumlah aset untuk diberikan kepada generasi selanjutnya.

Sementara, untuk perusahaan konglomerat seperti Samsung atau Lotte Group kekayaan yang dimiliki pemilik usaha akan berkaitan dengan saham perusahaan. Oleh karena itu, membayar tagihan pajak yang besar akan sama dengan menyerahkan kepemilikan, yang nantinya penting dalam hal mempertahankan hak suara dan kontrol keluarga.

Dalam beberapa dekade terakhir, para petinggi perusahaan telah menciptakan jaringan untuk kepemilikan silang perusahaan, dengan menyebar saham-saham kecil di sejumlah anak perusahaan. Hal itu kemudian dilarang baru-baru ini, namun investasi lama masih tetap ada.

Untuk mengakali larangan tersebut, para Chaebol mewariskan asetnya dengan membuka bisnis baru atas nama anak-anak mereka. Misalnya, konglomerat dapat membuat suatu agen periklanan baru atau cabang real estat baru dan memberikan 100 persen kepemilikan kepada putra atau putrinya.

Anak perusahaan konglomerat kemudian mengarahkan semua pekerjaan pemasaran atau pengembangan propertinya ke unit usaha pertama. Sementara unit baru mengalami pertumbuhan pendapatan dan bisa IPO, mereka kemudian dapat menjual saham mereka dan menggunakan uang itu untuk membeli saham di bagian lain konglomerat dan memperkuat kekuatan kendali keluarga.

Samsung misalnya, saat ini menaungi 60 perusahaan dan 16 di antaranya sudah IPO. Dengan adanya transfer kekayaan antargenerasi dan penggabungan dua unit anak usaha, membuat ahli waris Samsung Jay Y. Lee dipenjara dan Mantan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye digulingkan. Atas hukumannya, Lee turut mengajukan banding.

Sebagian besar kekayaan Direktur Utama Samsung, Lee Kun-hee, berasal dari 4,6 persen sahamnya di Samsung Electronics Co., namun saat ini kondisinya Lee masih dalam perawatan di rumah sakit akibat serangan jantung sejak 2014.

“Menurut Bloomberg Billionaires Index, jika Lee meninggal hari ini, keluarganya akan diancam denda lebih dari US$11 miliar dan mungkin harus menjual saham terbesarnya membayar tagihan pajak. Aksi suap sekaligus urusan bisnis yang samar-samar ini bisa dihindari sebetulnya jika keluarga tidak begitu sibuk berusaha menghindari pajak warisan,” lanjut Banjo.

Secara politis, tampaknya langkah para konglomerat berlawanan dengan intuisi jika menghindari pajak, terutama sampai berdampak pada keluarga. Tak herna jika Presiden Korea Selatan Moon Jae-in akhirnya memutuskan dan berkampanye untuk membatasi tingkah laku para Chaebol ini.

“Namun, praktiknya, ketika melihat banyaknya uang yang bisa terkumpul dari pajak ini dan banyaknya masalah yang bisa dihasilkan dari aturan pajak warisan tersebut seperti penggelapan pajak, memang bisa menimbulkan pertanyaan apakah kebijakan tersebut benar-benar layak dipertahankan,” imbuh Banjo.

Dia melanjutkan bahwa mencari celah bayar pajak dengan melakukan kegiatan amal memang patut dipuji, tetapi tampaknya hal itu hanya seperti mencoba memperbaiki gejala, bukan penyebabnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Mutiara Nabila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper