Bisnis.com, JAKARTA - Politisi Partai Gerindra Fadli Zon menilai UU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia. Dia menerangkan sejumlah alasannya.
Melalui keterangan tertulisnya, Rabu (7/10/2020) Fadli Zon menyebut tiga alasan kenapa regulasi ini memberi citra buruk bagi demokrasi.
Pertama, Omnibus Law dinilai telah membuat parlemen kurang berdaya. Pasalnya, undang-undang ini mengubah 1.203 pasal dari 79 undang-undang yang berbeda-beda.
Dia menyebut Parlemen sangat sulit melakukan kajian dan sinkronisasi pasal sebanyak itu dalam waktu singkat. Walhasil dewan menyesuaikan diri dengan keinginan pemerintah.
“Mungkin dalam beberapa isu parlemen bisa memasukkan sejumlah kepentingan masyarakat. Tapi kepentingan pemerintah jauh lebih dominan. Ini tentunya bukan praktik demokrasi yang kita kehendaki,” katanya, Rabu (7/10/2020).
Cek Video lengkapnya di Fadli Zon Official https://t.co/qRWM9NVSYA pic.twitter.com/IBt8a8X63s
— FADLI ZON (IG: fadlizon) (@fadlizon) October 7, 2020
Kedua, aturan ini dinilai telah mengabaikan partisipasi masyarakat. Kondisi ini disebabkan pembahasan yang mustahil dilakukan dalam waktu singkat, apalagi di tengah berbagai keterbatasan dan pembatasan semasa pandemi ini.
Baca Juga
“Sehingga, pembahasan omnibus law ini kurang memperhatikan suara dan partisipasi masyarakat.”
Ketiga, RUU Cipta Kerja disinyalir bisa memancing instabilitas. Massifnya penolakan buruh, termasuk ancaman mogok nasional menunjukkan bahwa regulasi ini hanya akan melahirkan kegaduhan saja.
“Kalau terus dipaksa untuk diterapkan, ujungnya sudah pasti hanya akan merusak hubungan industrial. Artinya, baik buruh maupun pengusaha pada akhirnya bisa sama-sama dirugikan. Ini soal waktu saja,” ujarnya.
Kendati begitu sikap ini bertolak belakang dengan partainya yang menyetujui pengesahan RUU tersebut. Gerindra, PDI Perjuangan, PKB, PPP, Nasdem dan Golkar menyetujui pengesahan regulasi ini. PAN menerima dengan syarat dan Demokrat bersama PKS menolak pengesahan RUU Cipta Kerja.