Bisnis.com, JAKARTA - Tingginya angka kematian akibat rabies di Indonesia menunjukkan bahwa hal tersebut masih menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat.
Angka kematian akibat Rabies di Indonesia masih cukup tinggi yakni 100 - 156 kematian per tahun, dengan Case Fatality Rate (Tingkat Kematian) hampir 100 persen.
Secara statistik 98 persen penyakit rabies ditularkan melalui gigitan anjing, dan 2 persen penyakit tersebut ditularkan melalui kucing dan kera.
Tantangan berat saat ini adalah masih ada provinsi yang belum bebas rabies. Dari 34 provinsi di Indonesia, hanya 8 provinsi yang bebas rabies sementara 26 provinsi lainnya masih endemik rabies.
Secara hitoris 8 provinsi tersebut adalah Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Papua, Papua Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Dalam 5 tahun terakhir (2015-2019) kasus gigitan hewan penular rabies dilaporkan berjumlah 404.306 kasus dengan 544 kematian. Saat itu ada 5 provinsi dengan jumlah kematian tertinggi antara lain Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Timur. Sedangkan kejadian luar biasa (KLB) rabies tahun 2019 terakhir dilaporkan terjadi di Nusa Tenggara Barat.
Hal itu menunjukkan upaya pengendalian rabies di Indonesia memerlukan langkah terstruktur dan sistematis. Peran pemerintah dan lintas sektor masih sangat dibutuhkan dalam mengatasi permasalahan tersebut
Menteri Kesehatan RI dr. Terawan Agus Putranto mengatakan di Indonesia, gigitan anjing dapat dicegah dengan pemeliharaan anjing domestik yang tepat dan penanganan anjing liar yang benar.
“Pencegahan kematian akibat rabies pada manusia ditentukan oleh, satu, penanganan luka Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) yang tepat, dua, pemberian Vaksinasi Anti Rabies (VAR), dan tiga, pemberian Serum Anti Rabies (SAR). Dukungan seluruh komponen bangsa sangat menentukan dalam mewujudkan,” kata Terawan sepert dikutip dalam keterangan yang dirilis Kementerian Kesehatan, Senin (28/9/2020).
Sementara itu, Kementerian Kesehatan memperingati Hari Rabies Sedunia 2020. Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kemenko PMK, Kemendagri dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Acara ini melibatkan sekitar 1.250 orang dari kementerian/lembaga terkait yang berada di Jakarta dan di berbagai provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia, termasuk wakil-wakil dari organisasi internasional, organisasi profesi, serta wakil-wakil lembaga swadaya masyarakat.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr. Achmad Yurianto mengatakan setiap tahun peringatan Hari Rabies Sedunia dilaksanakan pada setiap 28 September.
“Namun pada tahun ini dalam situasi pandemi Covid-19, maka acara Puncak Hari Rabies Sedunia pada hari ini dilaksanakan secara daring,” ujar Yuri.
Dalam Puncak Hari Rabies ini dilaksanakan penyerahan piagam penghargaan kepada penggiat dalam penanggulangan rabies dan pemerintah provinsi yang berhasil menekan kasus rabies baik pada hewan maupun manusia.
Piagam penghargaan diberikan kepada tiga daerah dengan performa terbaik atas pelaporan kasus rabies melalui Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional (SIKHNAS) oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.
Soft Launching One Health Roadmap Eliminasi Rabies Nasional 2030 oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan, Kemenko PMK. Dilanjutkan talkshow Kolaborasi Kemenkes, Kementan, KemenLHK, Kemendagri.
Peringatan Hari Rabies Sedunia dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pencegahan dan pengendalian rabies. Selain itu meningkatkan komitmen pemerintah daerah dalam menyediakan Rabies Center, dan menguatkan jejaring kerja pengendalian rabies.
Acara Puncak Hari Rabies Sedunia ini diharapkan menjadi inspirasi dan motivasi bagi semua pihak untuk semakin bersemangat mencapai dalam pencegahan dan penanggulangan Rabies di tengah situasi pandemi Covid -19.
Pandemi Covid-19 berpengaruh pada penanggulangan penyakit lain termasuk rabies. Khususnya dalam penerapan protokol pencegahan pandemi Covid-19 yang merupakan tantangan tersendiri bagi para tenaga kesehatan dalam melakukan penanggulangan rabies di lapangan.