Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ditanya tentang Negara Cukongkrasi, Begini Penjelasan Mahfud MD

Hal itu ditegaskan Mahfud MD, melalui akun Twitter resminya, @mohmahfudmd, Sabtu (19/9/2020).
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukkam) Mahfud MD memberi sambutan pada pembukaan Kongres ke-XXXII HMI di Kendari, Sulawesi Tenggara, Minggu (1/3/2020). Koordinator Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Mahfud MD berharap kepada Kongres ke XXXII HMI dengan agenda pemilihan Ketua Umum PB HMI harus bersatu demi terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur. ANTARA FOTO/Jojon
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukkam) Mahfud MD memberi sambutan pada pembukaan Kongres ke-XXXII HMI di Kendari, Sulawesi Tenggara, Minggu (1/3/2020). Koordinator Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Mahfud MD berharap kepada Kongres ke XXXII HMI dengan agenda pemilihan Ketua Umum PB HMI harus bersatu demi terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur. ANTARA FOTO/Jojon

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menilai julukan yang diberikan kepada sejumah negara yang timbul dari kesan tertentu merupakan hal yang lumrah.

Hal itu ditegaskan Mahfud MD, melalui akun Twitter resminya, @mohmahfudmd, Sabtu (19/9/2020). Dia menanggapi pertanyaan Anggota DPR Fadli Zon yang mengatakan apakah sistem sosial dan politik negara kita masih pantas disebut sebagai Demokrasi.

Mahfud menjelaskan bahwa julukan Cukongkrasi kerapkali disematkan untuk sistem sosial dan politik yang dianut pemerintahan Indonesia. Bahkan, jelas dia, sistem yang dianut itu tak jarang dijuluki kleptokrasi atau negara maling.

"Namanya julukan yg timbul dari kesan ya boleh saja. Cukongkrasi: boleh, terseah sj kalau kesan. Bahkan ada jg istilah Kleptokrasi (negara maling) yg oleh Buya Syafii Maarif diartikan Negara Pencilok (bhs Padang). Ada jg buku Vampire State (negara dracula, menghisap darah rakyat)," jelas Mahfud MD melalui akun Twitternya.

Adapun, pertanyaan Fadli Zon itu merujuk pada penjelasan Mahfud MD sebelumnya yang mengatakan bahwa sekitar 82 persen calon kepala daerah yang ikut Pilkada dibiayai oleh cukong. Dengan fakta itu, dia bertanya, apakah sistem sosial dan politik Indonesia lebih tepat disebut cukongkrasi.

"Pak @mohmahfudmd sy mau tanya: walaupun sdh koreksi dr 92% jd 82% Kada dibiayai cukong, apakah kita masih pantas menyandang “demokrasi” (demos=rakyat, kratos=pemerintahan). Apa tak lebih tepat “cukongkrasi”?" demikian tertulis di akun Twitter resminya, @fadlizon.

Sebelumnya, Mahfud MD berpendapat kepala daerah terpilih yang saat pilkada dibiayai oleh cukong atau penyandang dana berpotensi melakukan korupsi kebijakan.

"Ini akan akan lebih berbahaya dampaknya ketimbang korupsi biasa bahkan COVID-19," ucap dia pada acara ngopi bersama media di Padang, Sumbar, Kamis (17/9/2020), seperti dikutip dari Antara.

Menurutnya sering setelah terpilih kepala daerah tersebut membuat kebijakan yang tidak sesuai dengan undang-undang, seperti mengeluarkan izin pertambangan yang sudah diberikan oleh kepala daerah sebelumnya kepada orang baru.

"Korupsi kebijakan ini lebih berbahaya dari korupsi biasa karena sifatnya berlanjut, kalau korupsi biasa hanya sekali, ada APBN lalu dikorupsi, dihukum lalu selesai, kalau kebijakan tidak seperti itu," ujarnya.

Saat ditanya apakah ada buktinya kepala daerah yang dibiayai cukong terlibat korupsi ia menyampaikan buktinya sudah banyak. "Silakan datang ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin di Bandung, banyak tuh yang hasil operasi tangkap tangan oleh KPK datanya lengkap di sana," tutur dia.

Hal itu menurut dia juga terkonfirmasi oleh hakim peradilan pilkada saat ia menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi karena terungkap hampir semua yang terlibat pilkada kemudian berperkara mengatakan mereka dibiayai cukong.

Dia menyampaikan merujuk kepada data yang dikeluarkan KPK sebanyak 82 persen calon kepala daerah yang ikut pilkada dibiayai oleh cukong.
 "Cukong itu dalam KBBI artinya adalah orang yang membiayai orang lain, bahkan lebih banyak cukong-nya ketimbang calon," ungkapnya.

Mahfud mengatakan jika sponsor orang jelas sementara cukong ini orangnya tidak kelihatan dan diam-diam.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper