Bisnis.com, MAKASSAR - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sudah menerima laporan pelanggaran terkait kode etik penyelenggara pemilu sebanyak 98 kasus. Laporan tersebut tercatat sejak dimulainya tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 di awal tahun.
Profesor Teguh Prasetyo, Komisioner DKPPU, menyatakan modus-modus pelanggaran kode etik paling banyak yakni berupa perlakuan tidak adil pada proses pemilihan dan tidak adanya upaya hukum yang efektif.
"Dan dari 98 kasus yang memenuhi syarat pelanggaran untuk ditindaklanjuti, yang terbesar itu adalah kasus penyalahgunaan kewenangan, amoral atau asusila, keberpihakan, dan penyuapan," jelas Teguh di Makassar, Jumat (18/9/2020).
Adapun kasus terbaru lanjut Teguh yaitu kasus penyalahgunaan kewenangan pada pembentukan PPK, PPS, pembentukan TPS dan pemenuhan syarat bagi calon perseorangan. Berdasarkan sebaran wilayah, pelanggaran terbanyak terjadi di Papua, Medan, Kendari.
Sementara itu untuk wilayah Makassar dan Sulsel pada umumnya masih pada level normal. Menurut Teguh, pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara pemilu di Sulsel, belum ada yang sampai pada level pemecatan.
"Kalau di Sulsel itu baru hanya sampai peringatan keras. Jadi, kontestasi Pilkada 2020 ini, tentu sangat berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya," kata Teguh.
Pilkada tahun ini diakui paling berat, sebab Indonesia, bahkan secara global dunia dihadapkan pada gempuran pandemi virus Corona atau Covid-19. Teguh mengatakan, hanya di tahun ini ada pandemi dalam sejarah panjang pemilu Indonesia.
Olehnya itu, DKPP yang notabene hanya melakukan peradilan etik saja, Namun Teguh meminta agar para penyelenggara pemilu harus betul-betul taat dalam menerapkan protokol kesehatan.
Sementara itu, terkait rencana pengadaan konser dalam kampanye pasangan calon Pilkada serentak 2020. Teguh menegaskan, peraturan itu baru bisa digugat ke KPU jika sudah dikeluarkan nanti. Teguh menyatakan tidak bisa mengintervensi dalam konsep.
"Kita nanti hanya menilai PKPU nya, apakah ini akan menimbulkan banyak orang berkumpul yang menyalahi protokol kesehatan misalnya. Yang dikawatirkan jika orang-orang lalai, sehingga tidak memperhatikan protokol kesehatan," jelas Teguh.