Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi Asia Diramal Turun untuk Pertama Kali Sejak 1962

Perekonomian di kawasan Asia diperkirakan akan turun 0,7 persen pada tahun ini, menurut proyeksi Asian Development Bank (ADB).
Karyawan memotret logo Asian Development Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (8/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan memotret logo Asian Development Bank Indonesia di Jakarta, Rabu (8/4/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonomi negara berkembang Asia yang tengah dilanda virus corona akan menyusut untuk pertama kalinya sejak awal 1960-an.

Menurut Bank Pembangunan Asia atau ADB, tingkat output tahun depan masih terlihat di bawah proyeksi sebelum pandemi bahkan saat pertumbuhan pulih.

Produk domestik bruto (PDB) kawasan itu akan turun 0,7 persen pada 2020, menyusut dari proyeksi Juni yang diperkirakan meningkat 0,1 persen. Yasuyuki Sawada, Kepala Ekonom ADB mengatakan kontraksi tahun ini akan menjadi yang pertama sejak 1962.

"Ancaman ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 tetap kuat, karena gelombang pertama yang berkepanjangan atau wabah berulang dapat mendorong tindakan penanggulangan lebih lanjut," kata Sawada, dilansir Bloomberg, Selasa (15/9/2020).

Penurunan di negara berkembang Asia lebih luas daripada krisis sebelumnya. Sebanyak tiga perempat ekonomi di kawasan itu diperkirakan menyusut tahun ini.

China akan melawan tren dan diperkirakan akan tumbuh 1,8 persen tahun ini, tidak berubah dari proyeksi Juni karena upaya penanggulangan pandemi yang berhasil memberikan batu loncatan untuk pertumbuhan.

Pertumbuhan diperkirakan akan meningkat menjadi 7,7 persen pada 2021, naik dari perkiraan sebelumnya sebesar 7,4 persen.

Di India, di mana penguncian telah menghentikan pengeluaran swasta, PDB akan menyusut 9 persen tahun ini, turun tajam dari perkiraan Juni sebesar -4 persen. Ada juga penurunan besar untuk Filipina dan Thailand, yang sekarang diproyeksikan berkontraksi masing-masing 7,3 persen dan 8 persen.

Pertumbuhan di negara berkembang Asia, wilayah yang tidak termasuk negara-negara maju seperti Jepang, Australia dan Selandia Baru, akan pulih menjadi 6,8 persen pada 2021.

Namun hal itu masih akan membuat tingkat PDB tahun depan di bawah proyeksi sebelum pandemi virus corona, yang menyiratkan bahwa pemulihan hanya berlangsung sebagian.

"Penanggulangan virus tampaknya diterjemahkan menjadi kinerja pertumbuhan dan pandemi berkepanjangan tetap menjadi risiko penurunan terbesar tahun ini dan tahun depan," katanya.

Sementara itu, ketegangan perdagangan AS-China dan konflik teknologi serta kerentanan keuangan di tengah pandemi juga membebani pertumbuhan.

Kebijakan yang berfokus pada perlindungan pekerjaan dan kelangsungan hidup masyarakat serta pembukaan kembali ekonomi dan bisnis, sangat penting untuk memastikan pemulihan yang berkelanjutan di wilayah tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper