Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti militer Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muhammad Haripin menilai pemerintah punya pekerjaan rumah besar untuk menjelaskan keberadaan Pasukan Khusus Rajawali.
Keberadaan pasukan khusus di bawah komando Badan Intelijen Negara (BIN) tersebut, kata Haripin, kontradiktif dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara.
"Saya sendiri juga masih mempertanyakan keberadaan pasukan tersebut. Karena jelas bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2011. Di situ kan disebutkan bahwa tugas BIN itu tiga yaitu pengamanan, penyelidikan, dan penggalangan. Yang jadi masalah pasukan khusus ini kan bawa senjata, padahal BIN itu sipil, bukan kombatan," kata Haripin kepada Bisnis, Sabtu (12/9/2020).
Menurut Haripin, pemerintah dan para petinggi BIN seharusnya bisa memahami konteks posisi lembaga tersebut.
"Jangan karena petingginya BIN banyak dari kalangan TNI lalu timbul persepsi bahwa BIN itu juga militer."
Keberadaan Pasukan Khusus Rajawali BIN pertama kali terungkap ke publik karena unggahan Ketua MPR Bambang Soesatyo. Saat menjadi warga kehormatan BIN dan berkunjung pada Kamis (9/9) lalu, Bamsoet merekam aksi presentasi pasukan khusus tersebut.
Dalam narasinya, pembawa acara dalam video tersebut mengatakan bahwa Pasukan Rajawali adalah pasukan khusus milik BIN. Pasukan tersebut tampak mengenakan seragam lengkap dan senjata laras panjang.
"BIN itu dalam konteksnya sebagai penggalang data end user-nya kan presiden. Bertanggung jawabnya langsung ke presiden. Jadi artinya apakah pasukan khusus ini juga bertugas khusus ke presiden? Saya kira ini perlu diklarifikasi lebih lanjut," tandas Haripin.