Bisnis.com, JAKARTA - Korea Selatan sedang berjuang untuk menarik perusahaan yang beroperasi di luar negeri untuk kembali ke negara itu.
Upaya ini dilakukan pemerintah Korea Selatan dengan memberikan perluasan insentif untuk membantu pabrik lokal bersaing dengan China dan Asia Tenggara.
Park Young-sun, Menteri untuk Usaha Kecil dan Menengah dan Start-up, mengatakan pemerintah melipatgandakan upaya untuk mendorong perusahaan untuk kembali ke dalam negeri. Pasalnya negara itu tengah bergulat dengan meningkatnya pengangguran dan pertumbuhan yang lebih lambat karena krisis virus Corona.
"Masih harus dilihat apakah tren reshoring akan meningkat, tetapi saya pikir insentif kami akan mempengaruhi keputusan produsen bernilai tambah tinggi," kata Park dilansir Financial Times, Selasa (8/9/2020).
Reshoring adalah kembalinya fasilitas produksi ke negara asal setelah sebelumnya pindah ke luar negeri.
Namun demikian, menurut analis dan perusahaan, sebagian besar perusahaan milik Korea Selatan tetap enggan untuk merelokasi operasi, mengingat kesenjangan upah yang lebar, akses ke pasar ekspor yang besar dan perlindungan pasar tenaga kerja di dalam negeri.
Baca Juga
Sebuah survei baru-baru ini oleh asosiasi industri lokal K-Biz menunjukkan bahwa hanya 8 persen dari 200 UKM Korea Selatan yang beroperasi di China dan Vietnam mengatakan bersedia untuk kembali ke dalam negeri.
"Meskipun lingkungan berubah di tengah pandemi, sulit untuk mengharapkan kemajuan substansial dengan reshoring, kecuali ada insentif yang lebih kuat untuk relokasi untuk mengimbangi sunk cost dari offshoring," kata Park Seok-gil, Ekonom JPMorgan.
Par mengatakan Seoul meningkatkan keringanan pajak, subsidi dan dukungan keuangan untuk penelitian dan pengembangan bagi perusahaan yang memindahkan operasinya kembali ke negara itu.
Pendanaan tersebut diarahkan untuk mempercepat otomatisasi di pabrik, terutama melalui penggunaan lebih banyak robotika dan kecerdasan buatan, untuk mengimbangi biaya tenaga kerja yang lebih tinggi di Korea Selatan.
Tantangan Seoul dalam menarik perusahaan untuk merelokasi manufaktur menimbulkan pertanyaan tentang kebijakan serupa yang disebut-sebut oleh banyak pasar lain, termasuk AS, UE, dan Jepang, untuk mengurangi ketergantungan mereka pada China sebagai basis manufaktur dan pasar ekspor.
Dorongan ini semakin meningkat selama masa jabatan presiden AS Donald Trump karena ketegangan perdagangan AS-China telah memperburuk risiko geopolitik seputar kebijakan luar negeri Beijing yang agresif.
Menurut laporan Bank of America pada Februari lalu, perusahaan di dua pertiga sektor global di Amerika Utara telah menerapkan atau mengumumkan rencana untuk menarik setidaknya sebagian dari rantai pasokan mereka keluar dari China.
Upaya terbaru Korea Selatan telah menjadi semakin penting karena merupakan pilar dari rencana pemulihan ekonomi Presiden Moon Jae-in yang bertujuan memerangi tingkat kehilangan pekerjaan tercepat sejak krisis keuangan Asia.
Akan tetapi, data menunjukkan bahwa meskipun pemerintah sebelumnya telah berupaya untuk melakukan reshoring, perusahaan Korea Selatan telah meningkatkan investasi luar negeri dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Bank Ekspor-Impor Korea, sejak 2014, 80 perusahaan telah memindahkan operasinya kembali ke Korea Selatan sementara lebih dari 21.000 perusahaan telah mendirikan anak perusahaan dan cabang asing. Selama tiga tahun terakhir, jumlah perusahaan Korea Selatan yang merambah ke luar negeri meningkat lebih dari 10 persen.
Menurut data resmi, investasi luar negeri oleh perusahaan Korea Selatan mencapai rekor tertinggi US$61,9 miliar tahun lalu, hampir lima kali lebih tinggi daripada investasi asing langsung ke negara itu.
Oh Suk-tae, seorang ekonom di Société Générale, mengatakan banyak pabrikan Korea Selatan masih tertarik ke basis manufaktur China, meskipun ada upaya yang dipimpin AS untuk memisahkan rantai pasokan teknologi dari negara itu.
"Kami sekarang menetap di China dengan bisnis yang stabil. Ini adalah pasar yang besar dengan gaji yang lebih murah. Kami tidak bisa melepaskannya hanya karena pemerintah menawarkan insentif pajak kecil," kata seorang pengusaha Korea Selatan yang mendirikan pabrik di China 15 tahun lalu.