Bisnis.com, JAKARTA - Raja Salman dari Arab Saudi memecat dua anggota keluarga kerajaan dan sejumlah pejabat militer akibat dituduh terlibat korupsi di Kementerian Pertahanan.
Informasi itu diperoleh berdasarkan dekrit atau pengumuman kerajaan melalui media pemerintah seperti dikutip Nytimes.com, Selasa (1/9/2020).
Pengumuman itu menyebutkan Pangeran Fahd bin Turki bin Abdulaziz Al Saud diberhentikan sebagai komandan pasukan gabungan pada koalisi yang dipimpin Arab Saudi dalam menghadapi perang di Yaman.
Demikian juga dengan putranya, Pangeran Abdulaziz bin Fahd yang dibebastugaskan dari jabatannya sebagai deputi gubernur wilayah al-Jouf.
Kedua orang itu, bersama dengan empat pejabat lainnya, menghadapi penyelidikan atas transaksi keuangan mencurigakan di Kementerian Pertahanan, menurut keputusan kerajaan.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman, yang merupakan putra raja dan dianggap sebagai penguasa Arab Saudi secara de-facto, telah memelopori kampanye melawan dugaan korupsi di pemerintahan.
Baca Juga
Namun, para pengkritik mengatakan penangkapan tokoh-tokoh elite ini bertujuan untuk melenyapkan penghalang kekuasaan bagi sang pangeran.
Pada awal tahun ini, Wall Street Journal melaporkan bahwa tiga anggota senior keluarga kerajaan telah ditahan, termasuk adik raja Pangeran Ahmed bin Abdulaziz dan mantan putra mahkota Mohammed bin Nayef.
Peristiwa penting yang melibatkan bangsawan Saudi terjadi pada 2017 ketika puluhan anggota keluarga kerajaan Saudi, menteri-menteri dan pengusaha ditawan di hotel Ritz-Carlton, Riyadh. Sebagian besar dari mereka belakangan dibebaskan setelah mencapai kesepakatan bernilai US$106,7 miliar.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman, 35 tahun, mendapat pujian internasional saat berjanji melakukan rangkaian reformasi ekonomi dan sosial negara yang sangat konservatif itu sejak berkuasa pada 2016.
Namun, dia telah terlibat sejumlah skandal, termasuk pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di kedutaan Saudi di Istanbul pada 2018 dan dugaan rencana pembunuhan terhadap mantan agen intelijen Saudi di Kanada.
Dia juga dikiritik menyusul konflik berkelanjutan di Yaman, di mana Arab Saudi menyokong pasukan pro-pemerintah, serta perlakuan kasar terhadap aktivis hak-hak perempuan, meskipun sejumlah aturan diskriminatif telah dicabut seperti hak perempuan untuk mengemudi.