Bisnis.com, JAKARTA – Pemegang polis WanaArtha Life (PP WAL) yang tergabung dalam Forum HOPE meminta Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Dito Ganinduto agar diberi kesempatan untuk menyampaikan aspirasi dan keprihatinan mereka.
Hal itu terkait dengan penyelesaian penuntasan permasalahan gagal bayar PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (PT AJAW) sejak Februari 2020 karena sub rekening efek (SRE) yang sebagian besar berisi dana pemegang polis telah disita dan dijadikan barang bukti oleh Kejaksaan Agung dalam dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Asuransi Jiwasraya.
“Kami pemegang polis memberikan apresiasi positif kepada wakil rakyat di Senayan yang telah menggelar Rapat Umum Dengar Pendapat (RDPU) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perwakilan PP WAL,” jelas perwakilan pemegang polis WanaArtha Afrida Ariestuti Siregar di Gedung Parlemen, Senayan, Selasa (25/8/2020).
PP WAL yang tersebar di seluruh Indonesia terdiri dari sekitar 26.000 nasabah telah meminta agar dapat diberikan kesempatan berbicara menyampaikan aspirasi dan menunjukkan bukti dan fakta bahwa investasi dalam bentuk premi yang tercantum dalam polis WanaArtha Life, sejatinya adalah bersumber dari dana kelolaan nasabah.
Menurutnya, PP WAL memang telah diundang oleh Komisi XI dalam RDPU bersama pemegang polis gagal bayar asuransi lain. Namun, pihaknya menilai masih perlu kehadiran wakil rakyat di komisi keuangan ini untuk mendapatkan informasi dan penjelasan lengkap dan komprehensif serta bisa menggali lebih in-depth sisi-sisi yang tidak diketahui publik sebagai akibat penyitaan rekening efek WanaArtha Life yang berimbas kepada PP sangat menderita, bahkan harus meradang nyawa karena menunggu kepastian buka sita yang tak berujung.
Pemegang polis asal Bali, Desy Widyantari memercayakan investasinya dalam produk asuransi dwiguna yang di dalamnya memberikan perlindungan atas asuransi jiwa dan investasi kepada WanaArtha Life.
Dia telah melakukan observasi, perbandingan dengan produk asuransi lain, dan pertimbangan prudent atas manfaat serta benefit yang diberikan mengingat reputasi WanaArtha Life sebagai perusahaan asuransi anak negeri sudah berdiri sejak 1974.
Selain itu, produk asuransi yang ditawarkannya pun telah mendapatkan izin dan berada di bawah pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta sebelumnya sama sekali tidak pernah memiliki rekam jejak gagal bayar kepada para nasabahnya.
Pemegang polis dikejutkan dengan adanya surat dari manajemen WanaArtha Life yang menyatakan bahwa sub rekening efek yang di dalamnya berisi seluruh atau sebagian dana premi kelolaan pemegang polis, diblokir kemudian berlanjut dengan penyitaan oleh Kejaksaan Agung atas rekomendasi dan izin dari OJK karena diduga terkait dengan Tipikor dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Padahal, kami pemegang polis sama sekali tidak terlibat apalagi bersalah, bukan pula sebagai tersangka, apalagi terdakwa pada perkara Jiwasraya. Celakanya, justru kami yang paling terdampak dan sangat menderita atas penyitaan tersebut,” ujar Desy yang juga memiliki firma hukum di Pulau Dewata ini.
Saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi XI DPR RI dengan OJK dan beberapa asuransi gagal bayar, Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi mengatakan pihaknya perlu memilah-milah persoalan gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi yang selama ini dianggap publik telah menggerus kepercayaan masyarakat terhadap masa depan industri asuransi.
Termasuk pula menjawab tudingan publik bahkan parlemen bahwa pihak otoritas dianggap tidak becus menangani dan mengontrol anggotanya dari perusahaan-perusahaan keuangan non-bank di bawah pembinaan dan pengawasannya.
OJK telah memfasilitasi dan berbicara dengan pengurus atau pengelolanya untuk menyelesaikannya, bahkan kepada pemegang saham harus turut bertanggung jawab. Artinya pemegang saham harus mengeluarkan aset sendiri, termasuk fasilitasi pembicaraan pada penegak hukum juga sudah dilakukan.
“Masalah blokir OJK tidak punya kapasitas, soalnya sudah masuk proses hukum. Nanti kita tunggu proses dan putusan hukumnya. Buat kita harus disikapi penyelesaiannya, bagaimana. Kita hanya regulator dan ada pemegang saham yang jadi penanggung jawab terakhir. Karena ada kasus hukum jadi nggak bisa bertanggung jawab. Proses hukum dilakukan di Kejaksaan Agung. Kita sebetulnya nggak tinggal diam kok. Di level pimpinan juga melakukan koordinasi untuk menyelesaikannya tapi karena belum selesai proses hukumnya jadi masih menunggu,” urai Riswinandi.
Wakil Ketua Komisi XI DPR, Amir Uskara mengatakan dari hasil penjelasan dari nasabah dan OJK. Pada pertemuan selanjutnya, Komisi Keuangan ini akan menagih apa-apa saja yang akan diselesaikan oleh OJK terkait kasus gagal polis ini.
“Nanti kita juga komunikasikan ke Komisi III terkait penegakan hukum dan juga akan kami sambungkan ke OJK agar bisa diketahui penyelesaian hukumnya,” jelas politisi PPP ini.