Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Belum Terdaftar di WHO, BPOM Bisa Tolak izin Edar Obat Covid-19 Buatan Unair

Pandu menjelaskan ada persyaratan uji klinis obat yang sesuai standar yang ditetapkan secara internasional, dan harus diregistrasi uji klinis WHO.
Lambang WHO di pintu utama kantor pusatnya di Jenewa, Swiss/ Bloomberg-Stefan Wermuth
Lambang WHO di pintu utama kantor pusatnya di Jenewa, Swiss/ Bloomberg-Stefan Wermuth

Bisnis.com, JAKARTA - Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono, meragukan validitas riset Universitas Airlangga terkait kombinasi obat Covid-19.

“Karena belum teruji dalam riset uji klinis yang memenuhi persyaratan yang baku,” kata Pandu, Senin (17/8/2020).

Ada tiga kombinasi obat yang dihasilkan Unair.

Pertama, Lopinavir/Ritonavir dan Azithromycin. Kedua, Lopinavir/Ritonavir dan Doxycycline. Ketiga, Hydrochloroquine dan Azithromyci.

Pandu menjelaskan, ada persyaratan uji klinis obat yang sesuai standar yang ditetapkan secara internasional, dan harus diregistrasi uji klinis WHO. Namun, ia mengecek obat kombinasi Covid-19 buatan Unair dan BIN ini belum diregistrasi uji klinis WHO.

Jika belum memenuhi syarat tersebut, Pandu mengatakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bisa menolak pengajuan izin edar dan produksi obat kombinasi Covid-19.

“Masih perlu di-review apakah semua prosedur sudah dijalankan, dan review tingkat validitasnya,” kata dia.

Selain itu, Pandu menilai seharusnya laporan riset obat kombinasi itu dilaporkan Unair ke BPOM. Bukan ke TNI atau BIN sebagai sponsornya. Hal ini, menurut Pandu, tidak sesuai dengan prosedur.

 “Yang terjadi TNI dan BIN yang mendaftarkan ke BPOM. Aneh, kan?”

Pengajar di UI ini berpendapat, sejak awal riset terkesan ingin mencari jalan pintas, mengabaikan prosedur ilmiah dan didiskusikan masyarakat ilmiah atas nama kedaruratan.

“Padahal WHO mensponsori solidarity multicountry clinical trials mengikuti semua prosedur,” ujar Pandu.

Rektor Universitas Airlangga M. Nasih mengatakan uji klinis obat kombinasi sudah dilaksanakan sesuai protokol yang disetujui BPOM.

“Uji klinis sesuai protokol uji klinis yang sudah disetujui oleh BPOM melalui PPUK (Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik),” kata Nasih saat dikonfirmasi.

Nasih menjelaskan, uji klinis obat kombinasi dilakukan terhadap 754 subyek. Jumlah ini melebihi target dari BPOM yang hanya 696 subyek.

Uji klinis fase 3 ini dilaksanakan pada 7 Juli-4 Agustus 2020 di RSUA, Dustira (Secapa AD), Pusat isolasi Rusunawa Lamongan, dan RS Polri Jakarta.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Nancy Junita
Sumber : Tempo.Co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper