Bisnis.com, JAKARTA - Ekonomi Inggris menderita lebih buruk daripada negara besar Eropa lainnya selama penguncian virus corona. Negeri Ratu Elizabeth itu membukukan kontraksi 20,4 persen pada kuartal kedua yang akan menimbulkan lebih banyak pertanyaan tentang penanganan pandemi oleh pemerintah.
Dilansir dari Bloomberg, rekor penurunan ini secara resmi mendorong Inggris ke dalam resesi pertamanya sejak 2009, setelah pada kuartal pertama tahun ini terkontraksi 2,2 persen. Pengumuman angka ini mengikuti laporan yang menunjukkan ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan.
Angka-angka tersebut menambah bukti bahwa Inggris membayar harga yang mahal karena lebih lambat daripada kebanyakan negara-negara tetangganya untuk melakukan lockdown pada Maret. Negara ini juga memiliki angka kematian tertinggi di Eropa akibat virus corona.
Sementara itu, penurunan PDB melebihi 18,5 persen tercatat di Spanyol, negara dengan kinerja terburuk di Uni Eropa. Ekonomi AS menyusut 9,5 persen pada periode yang sama.
Sementara pemulihan sedang berlangsung karena pembatasan dilonggarkan, output Inggris melonjak 8,7 persen pada Juni. Namun ada tanda-tanda yang mengkhawatirkan bahwa pemulihan itu dapat segera surut.
Lonjakan infeksi yang terlokalisasi telah meningkatkan kekhawatiran lebih banyak penutupan, dukungan upah pemerintah dihapuskan, dan perusahaan menghadapi tarif yang lebih tinggi jika Inggris gagal menyetujui kesepakatan perdagangan dengan Uni Eropa pada akhir tahun.
Baca Juga
Bank of England telah menyoroti pasar tenaga kerja sebagai perhatian utama. Para pejabat mengkhawatirkan lonjakan pengangguran ketika dukungan pekerjaan pemerintah ditarik akhir tahun ini. Data menunjukkan jumlah karyawan yang digaji sudah turun sekitar 730.000 dibandingkan dengan Maret.