Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Surati Presiden Jokowi, Perwakilan Nasabah WanaArtha Minta Angkat Sita

Perwakilan pemegang polis (PP) atau nasabah Asuransi WanaArtha Life melakukan aksi damai sekaligus penyampaian surat keberatan penyitaan subrekening efek (SRE) atas nama PT. Asuransi Jiwa Adisaarana Wanaartha (PT. AJAW) kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Cq Majelis Hakim perkara tindak pidana korupsi (tipikor) Jiwasraya.
Perwakilan pemegang polis (PP) atau nasabah Asuransi WanaArtha Life melakukan aksi damai sekaligus penyampaian surat keberatan penyitaan subrekening efek (SRE) atas nama PT. Asuransi Jiwa Adisaarana Wanaartha (PT. AJAW) kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Cq Majelis Hakim perkara tindak pidana korupsi (tipikor) Jiwasraya./Istimewa
Perwakilan pemegang polis (PP) atau nasabah Asuransi WanaArtha Life melakukan aksi damai sekaligus penyampaian surat keberatan penyitaan subrekening efek (SRE) atas nama PT. Asuransi Jiwa Adisaarana Wanaartha (PT. AJAW) kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Cq Majelis Hakim perkara tindak pidana korupsi (tipikor) Jiwasraya./Istimewa
Bisnis.com, JAKARTA - Perwakilan pemegang polis (PP) atau nasabah Asuransi WanaArtha Life melakukan aksi damai sekaligus penyampaian surat keberatan penyitaan subrekening efek (SRE) atas nama PT. Asuransi Jiwa Adisaarana Wanaartha (PT. AJAW) kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Cq Majelis Hakim perkara tindak pidana korupsi (tipikor) Jiwasraya.
Penyitaan dilakukan pihak Kejaksaan Agung dengan mengesampingkan bahwa di dalam rekening efek tersebut berisi dana premi dan kelolaan milik nasabah atau pemegang polis, yang saat ini masih dalam status sita sebagai barang bukti pada perkara tipikor dan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Jiwasraya di Pengadilan Negeri Kelas 1A Khusus Jakarta Pusat.
Surat keberatan penyitaan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cq. Majelis Hakim perkara N0. 29 sd 33/PID.SUS – TPK/2020/PN.JKT.PST. Kemudian surat permohonan perlindungan hukum dan penegakan hukum berkeadilan kepada Presiden Joko Widodo dan surat gugatan class action perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh pemegang polis Wanaartha melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan No Perkara 592/Pdt.G/2020/PN. JKT.SEL dengan disertai rekapitulasi data ribuan pemegang polis Wanaartha.
"Perwakilan pemegang polis juga akan menyampaikan surat permohonan perlindungan hukum dan penegakan hukum yang berkeadilan dan beradab kepada Bapak Presiden RI Joko Widodo yang telah kita pilih dan  percayakan untuk memimpin NKRI dengan penuh amanah dan tanggung jawab secara konstitusional, yang disampaikan melalui Sekretariat Negara Republik Indonesia," ujar Wahjudi, pensiunan PNS di BPKP selama 26 tahun sebagai pemegang polis WanaArtha yang juga dipercaya sebagai Ketua Wadah "Hope" Nasabah WanaArtha di PN Jakpus, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (7/8/2020).
Wahjudi menjelaskan surat keberatan penyitaan dan surat permohonan perlindungan hukum ditandatangani oleh wakil pemegang polis yakni dirinya, Johanes, dan Hendro. Penyampaian surat keberatan disertai ratusan berkas dokumen polis beserta KTP hingga memenuhi dua buah troli yang diterima petugas pelayanan terpadu satu pintu PN Jakpus.
Penyerahan tersebut langsung dikawal perwakilan dari ribuan pemegang polis WanaArtha yang tersebar di seluruh penjuru Tanah Air.
Sehari sebelumnya, Kamis (6/8/2020), sebagian perwakilan nasabah WanaArtha yang tergabung dalam Perkumpulan Pemegang Polis Wanaartha (P3W) telah mengajukan surat keberatan penyitaan di tempat  yang sama, bersamaan dengan pemberian keterangan saksi oleh Daniel Halim selaku Direktur Keuangan WanaArtha. 
Dalam kesaksiannya, Daniel dengan tegas menyampaikan di depan persidangan bahwa subrekening efek yang disita dananya adalah murni bersumber dari premi milik pemegang polis dan bukan dari modal WanaArtha.
"Surat keberatan dan surat perlindungan hukum tersebut merupakan salah satu upaya dari pemegang polis untuk meminta perlindungan hukum atas hak-hak ekonomi kami yang telah dirampas yang diduga untuk “menambal” kerugian negara (pada perusahaan asuransi pelat merah Jiwasraya) yang dilakukan oleh para koruptor Jiwasraya yang kini sebagai terdakwa," jelas 
Desy Widyantari, salah seorang nasabah dari Bali.
Desy menegaskan WanaArtha Life sebagai tempat ribuan nasabah menempatkan dana preminya untuk mendapat proteksi dan nilai manfaat hanya sebagai saksi dalam perkara Jiwasraya. Pemegang polis sebagai pemilik dana sah sebenarnya dalam rekening efek yang disita itu sama sekali tidak terlibat apalagi bersalah yang menyebabkan kerugian pada negara.
Ironisnya, justru yang paling terdampak akibat penyitaan subrekening efek atas nama WanaArtha Life yang disita sejak 21 Januari 2020, berakibat perusahaan yang berdiri sejak 1974 ini tidak lagi bisa membayarkan nilai manfaat sejak Februari 2020.
Kondisi ini jelas menjadi beban dan pukulan telak bagi derita pemegang polis WanaArtha terlebih di masa pandemi Covid-19 karena banyak dari nasabah yang telah kehilangan mata pencaharian dan penurunan pendapatan, sedangkan biaya pemenuhan kebutuhan hidup berjalan terus seperti untuk biaya makan, pendidikan, dan kesehatan yang tidak dapat ditunda. 
Bahkan, banyak pemegang polis yang merupakan pensiunan dan hanya menggantungkan pemenuhan biaya hidup dari manfaat nilai tunai (MNT) yang diberikan dari kelolaan premi mereka pada produk asuransi dwiguna yang dikelola WanaArtha harus gigit jari tidak bisa mendapatkan manfaat itu tiap bulannya. Tragisnya lagi, secara jamak mereka harus berutang kepada lender untuk menutup kebutuhan sehari-hari. Bahkan, hidupnya ada yang dikejar-kejar debt collector.
"Kami mewakili 4.000 pemegang polis yang tersebar diseluruh Indonesia sangat menderita dan mengalami kesulitan ekonomi dan finansial berat sekali akibat penyitaan dan dijadikan sebagai barbuk di sidang tipikor Jiwasraya. Seluruh PP hanya bisa menggantungkan pemenuhan kebutuhan hidup dari manfaat tunai bulanan dari WanaArtha, yang sudah 6 bulan tidak kami terima lagi," ucap Endang Soediono, salah seorang pensiunan BUMN.
Pemegang polis WanaArtha terdiri dari berbagai profesi, ada wiraswasta yang perlu agar bisnisnya tetap berjalan dan bisa menggaji pegawainya, pensiunan PNS, TNI/Polri, pekerja media, ibu rumah tangga mengandalkan dari uang belanja suami.
Ada juga PP yayasan yang menggantungkan manfaat tunai bulanan untuk operasional dan menggaji karyawannya. Ada PP yang perlu biaya pengobatan karena kanker lidah, kanker prostat, ablasio retina (sudah  9 kali operasi) dan penyakit serius lainnya. Banyak pula pensiunan yang perlu pengobatan rutin karena masalah jantung dan penyakit degeneratif lain yang sering menimpa rata-rata PP yang sudah banyak sepuh usia sampai pada penyakit kejiwaan seperti Irritable Bowel Syndrome.
Bahkan, ada orang tua yang sudah tidak mampu  membayar biaya pendidikan anaknya lagi dan saat ini sedang menawarkan untuk jual cepat rumah yang ditinggali puluhan tahun lamanya.
"Kebutuhan hidup semakin meningkat, tetapi sumber pendapatan para PP malah tidak ada akibat disita dan dicabut hak uang kami yang sah dan halal. Masih sangat banyak penderitaan para PP kalau harus saya ungkap satu persatu," tegas Endang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Herdiyan
Editor : Herdiyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper