Bisnis.com, JAKARTA – Target reformasi birokrasi dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo dan KH. Maruf Amin menuntut para aparatur sipil negara di masa depan harus punya keahlian khusus.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo memastikan Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2020 dan 2021 pun ditunda akibat pandemi Covid-19. Dalam masa ini, KemenPAN-RB pun mengupayakan perampingan struktur pegawai dan kelembagaan agar lebih efisien dan efektif dalam bekerja.
Tjahjo mengungkapkan semua sedang diinventarisasi, dikoordinasikan kepada Kementerian dan Sekretariat Negara. Dia belum menunjuk komisi atau lembaga apa yang akan dibubarkan.
Menurut Analis Kebijakan Ahli Madya Deputi Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Adi Junjunan, perampingan struktur adalah langkah pemerintah melakukan reformasi birokrasi.
Cara yang dilakukan dengan memangkas eselon III dan IV, serta menerapkan mekanisme kerja remote working atau bekerja dimanapun berbasis teknologi digital. Mau tak mau, ASN pun dituntut memiliki kemampuan mengaplikasikan sarana digital dengan baik. Pasalnya, semua ketentuan itu sudah diarahkan dalam RPJMN 2020-2025 dimana untuk optimalisasi pembangunan dibutuhkan SDM berkinerja tinggi.
“Oleh sebab itu KemenPAN-RB mengeluarkan PermenPAN-RB Nomor 28/2019 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Dalam Jabatan Fungsional, yaitu melakukan pengalihan dari struktural, disederhanakan delayering, misalnya hanya ada dua layer saja jabatan, berikutnya ke jabatan fungsional,” tutur Adi kepada Bisnis, beberapa waktu yang lalu.
Penyederhanaan struktur yang membidik eselon III dan IV berubah menjadi pejabat fungsional mau tak mau menuntut kerja penyusunan menjadi lebih ringkas. Selain itu para pegawai pun menjadi staf spesialis yang wajib berkeahlian khusus. Adapun spesialisasi dari eselon yang dicairkan bertugas untuk menyiapkan bahan kebijakan, berdasarkan evidence based ataupun research based.
“Perangkat hukum sudah ada bukan karena WFH baru disusun. Tinggal masalah konsistensi kemudian komitmen dari semua pihak untuk manajemen,” ungkap Adi.
Sekilas, penyederhanaan struktur birokrasi ini dan juga tidak adanya perekrutan PNS tahun ini seolah memutus harapan generasi angkatan kerja baru yang ingin berprofesi sebagai PNS. Meski begitu, menurut Adi proses birokrasi yang baru tetap menjamin sirkulasi promosi jabatan bagi ASN yang berprestasi.
“Alamnya jabatan fungsional itu keahlian dan keterampilan. Keahlian misalnya analis, peneliti, perekayasa, dan ilmuwan. Kualifikasi pendidikan harus sarjana. Kalau keterampilan masih bisa lulusan D3 dan D4. Tiap jabatan masih ada jenjang kerja dan tanggung jawabnya, sebutannya ahli muda, ahli madya, dan ahli utama, promosi nanti dinilai dari prestasi kerjanya,” ujar Adi.
Beberapa hal terkait penilaian kinerja kata Adi misalnya kecepatan, ketepatan, dan integritas dalam menyelesaikan tugas. Hal ini penting karena tugas yang dibebankan sudah sesuai dengan spesialisasinya. Dia pun menambahkan, integritas, kredibilitas, dan kedisiplinan juga jadi faktor penentu promosi ASN agar bisa melaju dari pejabat fungsional ke pejabat struktural.
Sejumlah indikator pendekatan pun sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30/2019 yaitu Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS). Beleid itu menyatakan, setiap PNS terikat pada indikator penilaian atas hasil capaian kerja dan kedisiplinan. Alhasil, ada reward dan punishment jika pencapaian kerja tidak sesuai target. Salah satunya, jika kinerja di bawah 25 persen, PNS terkait bisa menerima hukuman dan diberhentikan secara tidak hormat.
“Nantinya ini tidak hanya dikerjakan di pusat, tapi juga di pemerintah tingkat daerah hanya saja harus ada penyesuaian dulu, karena perumusan kebijakan dan nature work dearth dan pusat berbeda. Namun strategi reformasi dan remote working ini jelas akan mengurangi face to face dan biaya perjalanan,” tuturnya.