Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Muhibah Menhan Prabowo dan Wajah Pertahanan Indonesia

Rencana penambahan Alat Utama Sistem Senjata (alutsista) harus menyesuaikan sistem pertahanan komprehensif yang menjadi kebijakan umum pertahanan negara.
Pesawat Eurofighter/ Antara
Pesawat Eurofighter/ Antara

Eurofighter Typhoon

Di tengah upaya modernisasi alutsista, muncul polemik atas rencana pembelian pesawat dari Australia.

Kalangan DPR mengkritik rencana Prabowo membeli pesawat Eurofighter Typhoon.

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai NasDem Willy Aditya menyebutkan rencana penambahan Alat Utama Sistem Senjata (alutsista) harus menyesuaikan sistem pertahanan komprehensif yang menjadi kebijakan umum pertahanan negara.

Willy menilai pembelian alutsista yang dilakukan tanpa dasar kebijakan pertahanan justru akan terlihat sebagai belanja serampangan.

Namun, ujarnya, hingga saat ini pemerintah belum selesai merevisi kebijakan umum pertahanan.

"Beli pesawat, tank, senjata serbu itu semua harus ada dasarnya apalagi beli pesawat tempur udara jenis superfighter. Salah-salah kita bisa dilihat sedang mengubah strategi defensive aktif menjadi ovensif. Ini bisa jadi soal pertahanan dan politik luar negeri yang terlihat oleh negara lain," kata Willy dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (22/7/2020).

Sementara itu, lembaga pemantau hak asasi manusia Indonesia, Imparsial mendesak Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menghentikan rencana membeli pesawat tempur bekas dari Austria.

Prabowo Subianto disebut mengirimkan surat resmi kepada Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner pada 10 Juli 2020. Surat tersebut menyatakan ketertarikan Indonesia untuk membeli 15 pesawat tempur jenis Eurofighter Typhoon guna memperkuat alutsista TNI.

Direktur Imparsial Al Araf mengatakan bahwa pesawat yang akan dibeli bukanlah armada baru, melainkan bekas pakai Angkatan Bersenjata Austria.

Dia memandang ide pembelian pesawat tempur Eurofighter Typhoon bekas dari Austria tidak tepat. Pembelian alutsista itu juga berpotensi menimbulkan masalah baru pada masa depan.

Ide pembelian tersebut akan mengulangi kesalahan pemerintah di masa lalu. Pengadaan alutsista bekas dikhawatirkan bakal menimbulkan masalah akuntabilitas anggaran pertahanan berisiko bagi prajurit TNI.

“Pemerintah hendaknya belajar dari pengalaman saat melakukan pembelian alutsista bekas di masa lalu, baik itu pesawat, kapal, tank dan lainnya yang memiliki sejumlah problem teknis dan mengalami beberapa kali kecelakaan,” katanya di Jakarta, Rabu (22/7/2020).

Dia menjelaskan, upaya modernisasi alutsista TNI untuk memperkuat pertahanan Indonesia merupakan langkah penting dan harus didukung. Namun, langkah tersebut harus dijalankan oleh pemerintah secara akuntabel, transparan.

Kemhan juga diminta mempertimbangkan ketersediaan anggaran dan kebutuhan TNI. Langkah itu untuk memastikan pengadaan alutsista TNI mendukung upaya penguatan pertahanan negara Indonesia. Bukan malah memunculkan masalah baru.

Imparsial memandang bahwa rencana pembelian pesawat tempur bekas Eurofighter Typhoon berpotensi terjadi penyimpangan akibat tidak adanya standar harga yang pasti.

Transparency International dalam survei ‘Government Defence Anti-Corruption Index 2015’ menunjukkan risiko korupsi di sektor militer atau pertahanan di Indonesia masih tergolong tinggi.

Dalam survei tersebut, risiko korupsi sektor militer atau pertahanan di Indonesia masih tergolong tinggi dengan nilai D, setara dengan negara-negara seperti Namibia, Kenya, dan Bangladesh.

Sementara itu, pengadaan pesawat tempur asal Jerman itu juga tersangkut isu dugaan suap dan kritik tajam di Austria. Pasalnya pemerintah Austria sempat melayangkan gugatan kepada Airbus ke Pengadilan Munich atas dugaan suap yang dilakukan perusahaan pembuat pesawat itu kepada pejabat Austria.

Pemerintah Austria menyatakan terdapat kerugian sebesar 1,7 juta dolar dari total kontrak pembelian senilai 2,4 milliar dolar. Kasus ini berakhir dengan adanya kewajiban Airbus untuk membayar denda sebesar 99 juta dolar.

“Airbus juga disebutkan masih menghadapi proses hukum berkait dengan dugaan penipuan dan korupsi di Pengadilan Austria,” terangnya.

Di sisi lain, setiap pengadaan alutsista harus dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam UU No. 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Pengadaan alutsista baru harus dibarengi mekanisme offset atau transfer teknologi.

“Selain itu, Kementerian Pertahanan harus fokus pada kemandirian industri pertahanan sehingga pengadaan alutsista harusnya memprioritaskan pembelian dari dalam negeri,” tambah Al Araf.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman Sebelumnya
Anggaran Pertahanan
Halaman Selanjutnya
Drone ScanEagle Hibah AS
Penulis : Saeno
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper