Bisnis.com, JAKARTA – Penanganan kasus infeksi virus Corona (Covid-19) di Indonesia telah berjalan selama empat bulan sejak awal kasus ditemukan pada 2 Maret 2020. Berbagai langkah telah ditempuh pemerintah melawan Covid-19.
Seperti diketahui, pada awal kasus pertama ditemukan di Indonesia, ada 2 warga Indonesia yang terinfeksi virus tersebut. Namun, saat ini jumlah kasus terus meningkat hingga mencapai 57.770 kasus positif per 1 Juli 2020.
Dari total kasus tersebut, 25.595 orang telah dinyatakan sembuh dan 2.934 orang meninggal dunia.
Jumlah kasus yang terus bertambah ini mendorong pemerintah untuk fokus melakukan penanganan wabah Covid-19, salah satunya ialah dengan memenuhi kebutuhan peralatan medis.
Presiden Jokowi memberi arahan agar pemerintah memberikan dukungan secara optimal. Pemerintah pun mengalokasikan anggaran Rp75 triliun untuk sektor kesehatan.
Anggaran tersebut digunakan untuk pembelian alat-alat kesehatan yang dibutuhkan seperti alat uji coba, reagen, ventilator, hand sanitizer, insentif tenaga medis, dan lainnya. Namun, pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia membuat ketersediaan alat-alat kesehatan menjadi sangat terbatas.
Oleh sebab itu, Presiden meminta agar industri dalam negeri bisa memproduksi alat kesehatan untuk menangani Covid-19.
Konsorium Riset dan Inovasi Covid-19
Sesuai dengan arahan Presiden, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) mengkoordinasikan berbagai pihak mulai dari kementerian, lembaga pemerintah, rumah sakit, industri, dan perguruan tinggi yang tergabung dalam Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19.
Sejak pembentukan konsorsium pada Maret 2020, Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro menyatakan sejumlah inovasi dalam berbagai bentuk produk dan pengkajian untuk penanganan Covid-19 telah dihasilkan.
Bambang menyebutkan setidaknya ada 57 produk inovatif yang dihasilkan untuk menanggulangi pandemi Covid-19 mulai dari alat tes cepat, alat tes PCR, ventilator, dan produk-produk lainnya. Ke-57 produk tersebut telah diluncurkan pada Hari Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 2020 oleh Presiden Joko Widodo.
Tidak hanya itu, Bambang menyatakan bahwa saat ini Indonesia telah berhasil mengembangkan 5 jenis ventilator yang dikembangkan oleh anggota Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 dan telah mengantongi Izin Edar dari Kementerian Kesehatan, setelah lulus uji sertifikasi dari Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kementerian Kesehatan.
Ventilator Buatan Dalam Negeri
Setelah mengantongi izin edar, kelima ventilator tersebut segera memasuki tahap produksi massal, dan bahkan beberapa sudah menghasilkan ratusan produk yang sudah dimanfaatkan oleh rumah sakit dalam membantu menyelamatkan pasien Covid-19.
“Bayangkan, riset dan inovasi yang biasanya di proposal dilakukan minimal dalam satu tahun anggaran, ini hanya dalam hitungan 3 bulan, sudah menghasilkan produk-produk inovasi yang berkualitas, luar biasa dan sangat dibutuhkan bangsa Indonesia, yang pada saat yang sama, bangsa lain juga sedang berlomba-lomba membuatnya,” ujar Bambang di Gedung BJ Habibie, Jakarta (19/6/2020).
Kelima jenis ventilator yang segera memasuki tahap produksi massal antara lain adalah pertama, BPPT3S-LEN yaitu ventilator berbasis Ambu Bag dan Cam dikembangkan BPPT bersama PT LEN. Ventilator ini telah mengantongi Nomor Izin Edar Alat Kesehatan Kemenkes RI ADK 20403020870 dan saat ini PT LEN sedang proses produksi 100 unit ventilator.
Kedua, GERLIP HFNC-01 yaitu ventilantor ini dikembangkan LIPI bekerja sama dengan PT Gerlink Utama Mandiri. Sampai saat ini, ventilator tersebut sudah diproduksi 5 unit dan telah mengantongi Nomor Izin Edar Alat Kesehatan Kemenkes RI ADK 20403020951.
Ketiga, Vent-I Origin yang merupakan model ventilator Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) dikembangkan Yayasan Pembina Masjid Salman ITB bersama Unpad dan ITB. Vent-I telah mengantong Nomor Izin Edar Alat Kesehatan Kemenkes RI ADK 20403020696. Saat ini, ada sebanyak 139 unit Vent-I produksi pertama yang telah didistribusikan kepada RS yg membutuhkan. Adapun, total target produksi Vent-I sekitar 800-900 unit.
Ventilator buatan Universitas Indonesia (UI) Covent-10./Istimewa
Keempat, COVENT-20 yang merupakan ventilator hasil kolaborasi dari para peneliti di Fakultas Teknik UI (FTUI) dan Fakultas Kedokteran UI (FKUI), Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), RSUP Persahabatan Jakarta, Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II Jurusan Teknik Elektromedik.
COVENT-20 telah mengantongi Nomor Izin Edar Alat Kesehatan Kemenkes AKD 20403021003 dan telah diproduksi sekitar 300 unit oleh beberapa mitra Produsen Alat Kesehatan (Alkes) diantaranya PT Enesers Mitra Berkah, PT Graha Teknomedika, dan PT Pindad dan dikalibrasi oleh beberapa mitra Perusahaan Kalibrasi Alkes.
Kelima, DHARCOV-23S yaitu ventilator Emergency CMV dan CPAP berbasis pneumatic DHARCOV 23S. Ventilator ini dikembangkan oleh BPPT bekerja sama dengan PT Dharma Precission Tools dan telah mengantongi Nomor Izin Edar Alat Kesehatan Kemenkes RI AKD 20403020892.
DHARCOV-23S telah memasuki fase produksi masal. Total unit dalam tahap pertama yang akan diproduksi adalah sebanyak 200 unit ventilator.
Selain kelima ventilator tersebut, Bambang menuturkan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerja sama dengan PT Polijaya juga sedang mengembangkan BPPT3S-Poly yang masih dalam uji sertifikasi.
Sementara itu, Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan Toyota dan industri lokal, mengembangkan tiga jenis ventilator, yakni versi fully featured ventilator (high end), versi low cost dan versi ambu bag conversion.
Selain itu, ITS melalui Tim Ventilator Departemen Teknik Fisika ITS juga telah menciptakan Simple and Low-Cost Mechanical Ventilator atau Robot Ventilator.
Lima produk ventilator buatan dalam negeri/Kemenristek
Ina United
Tidak hanya peralatan kesehatan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyatakan bahwa saat ini Indonesia juga telah mampu memproduksi alat pelindung diri (APD).
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Dokter Reisa Broto Asmoro menjelaskan bahwa Ina United adalah nama merek nasional yang sudah ditetapkan pemerintah untuk APD yang akan diproduksi massal.
"Kita pantas berbangga melihat prestasi anak-anak bangsa yang saat ini mampu memproduksi alat pelindung diri bernama Ina United yang sesuai dengan standarisasi internasional, standar yang ditetapkan oleh organisasi kesehatan dunia," ujar Reisa, Rabu (24/6/2020).
Lebih lanjut, dia menyatakan hazmat produk Indonesia telah lolos uji ISO 16604 yang merupakan standar internasional untuk perlindungan tertinggi.
Reisa mengungkapkan bahwa produsen tekstil yang tergabung di berbagai asosiasi, imbuhnya, telah menyanggupi untuk memproduksi sebanyak 17 juta unit per bulan atau lebih banyak dari kebutuhan APD dalam negeri selama 3 bulan terakhir yang mencapai sekitar 5 juta unit per bulannya.
Dengan kapasitas produksi yang cukup besar, Indonesia tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga untuk ekspor. Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Srie Agustina mengatakan, sejumlah negara pun telah menyatakan minatnya untuk mendatangkan produk tersebut dari Indonesia.
Anggota Komisi VI DPR RI Amin Ak meminta Pemerintah untuk berhitung secara cermat sebelum memutuskan mencabut larangan ekspor masker dan alat pelindung diri terkait wabah Covid-19.
Dia mengingatkan bahwa masih banyak rumah sakit, puskesmas, klinik, dan tenaga medis yang kesulitan memperoleh APD berkualitas dengan harga terjangkau.