Bisnis.com, JAKARTA - Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) mengatakan tuntutan ringan terhadap pelaku penyiram air keras kepada Novel Baswedan mencerminkan pandangan Presiden Joko Widodo terhadap pemberantasan korupsi.
Ketua WP KPK Yudi Purnomo mengatakan komitmen Presiden untuk mendukung pemberantasan korupsi kembali dipertanyakan.
"Karena faktanya proses penegakan hukum terhadap kasus ini berjalan lama dengan hasil akhir yang tidak memberikan keadilan bagi korban dan menunjukan lemahnya dukungan terhadap pemberantasan korupsi," kata Yudi lewat keterangan resmi, Jumat (12/6/2020).
Sebagaimana diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menuntut 1 tahun penjara terhadap Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette selaku dua orang terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan karena dinilai terbukti melakukan penganiayaan terencana yang mengakibatkan luka-luka berat
Yudi mengatakan terdapat sejumlah implikasi dari tuntutan ringan terhadap pelaku penyiraman air keras tersebut.
Pertama, ucap Yudi, tuntutan ringan tersebut bisa berdampak pada tidak terlindunginya kerja pemberantasan korupsi.
Menurut dia, penyerangan terhadap Novel Baswedan bukan merupakan penyerangan terhadap individu tetapi serangan terhadap penyidik KPK yang diberikan amanah oleh negara dalam menjalankan fungsinya secara independen.
Untuk itu, lanjut Yudi, segala serangan tersebut harus dilihat dalam konteks serangan terhadap kerja pemberantasan korupsi, sehingga harus ditangani secara serius.
Yudi menjelaskan dalam laporan yang dibuat oleh Tim Pemantau Kasus Novel Baswedan yang dibentuk Komnas HAM, secara tegas disebutkan bahwa serangan tersebut tidak terlepas dari pekerjaan yang dilakukan oleh Novel Baswedan.
"Untuk itu, tuntutan rendah ini akan membuat para peneror yang mempunyai maksud untuk mengganggu pemberantasan korupsi tidak merasakan rasa takut untuk menduplikasi atau bahkan mengulangi perbuatan terror terhadap pegawai bahkan pimpinan KPK," kata Yudi.
Kedua, tuntutan ringan ini berdampak pada tidak terpenuhinya jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dan pengabaian hasil temuan institusi resmi negara.
Yudi mengatakan proses penyerangan terhadap Novel Baswedan memiliki dimensi perlindungan HAM dengan adanya penetapan Novel Baswedan sebagai human right defender oleh Komnas HAM dalam laporannya.
Terlebih, pada proses penegakan hukum, laporan Komnas HAM tidak ditampilkan secara utuh dalam proses pembuktian persidangan.
Ketiga, tunturan ringan ini berdampak pada tidak dimintakan pertanggungjawaban pelaku intelektualnya. Berdasarkan Laporan Komnas HAM secara tegas menyinggung mengenai serangan yang dilakukan terhadap Novel Baswedan merupakan tindakan yang direncanakan dan sistematis yang melibatkan bebrapa pihak yang belum terungkap.
"Tindakan tersebut diduga melibatkan pihak-pihak yang berperan sebagai, perencana, pengintai, dan pelaku kekerasan. Persidangan yang tidak membuka arah serangan sistematis dan rendahnya hukuman berpotensi membuat pelaku intelektual tidak dimintakan pertanggungjawaban," ujar Yudi.