Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tim Advokasi Novel Baswedan Tuntut Hakim Tidak Larut dalam Sandiwara

Tim Advokasi Novel Baswedan menuntut majelis hakim tidak larut dalam sandiwara hukum ini dan harus melihat fakta sebenarnya yang menimpa Novel Baswedan
  Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) memberikan keterangan pers terkait tersangka penyiraman penyidik senior KPK, Novel Baswedan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (27/12/2019)./Antara
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo (tengah) memberikan keterangan pers terkait tersangka penyiraman penyidik senior KPK, Novel Baswedan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (27/12/2019)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Tim advokasi Novel Baswedan menuntut majelis hakim agar tidak larut dalam sandiwara hukum terkait dengan perkara penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut.

"Tim Advokasi Novel Baswedan menuntut majelis hakim tidak larut dalam sandiwara hukum ini dan harus melihat fakta sebenarnya yang menimpa Novel Baswedan," kata anggota tim advokasi Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Kamis (11/6/2020).

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jakarta Utara menuntut 1 tahun penjara terhadap Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette, selaku dua terdakwa penyerang penyidik KPK Novel Baswedan karena dinilai terbukti melakukan penganiayaan berencana yang mengakibatkan luka-luka berat.

Keduanya dinilai terbukti melakukan dakwaan subsider dari pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Tuntutan ini tidak hanya sangat rendah, akan tetapi juga memalukan serta tidak berpihak pada korban kejahatan, terlebih ini adalah serangan brutal kepada penyidik KPK yang telah terlibat banyak dalam upaya pemberantasan korupsi. Alih-alih dapat mengungkapkan fakta sebenarnya, justru penuntutan tidak bisa lepas dari kepentingan elit mafia korupsi dan kekerasan," ujar Kurnia.

Menurut Kurnia, sejak awal, Tim Advokasi Novel Baswedan mengemukakan bahwa terdapat banyak kejanggalan dalam persidangan.

Pertama, dakwaan jaksa seakan berupaya untuk menafikan fakta kejadian yang sebenarnya, sebab jaksa hanya mendakwa terdakwa dengan Pasal 351 dan Pasal 355 KUHP terkait dengan penganiayaan.

"Padahal kejadian yang menimpa Novel dapat berpotensi untuk menimbulkan akibat buruk, yakni meninggal dunia sehingga Jaksa harus mendakwa dengan menggunakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana," ucap Kurnia.

Kedua, saksi-saksi yang dianggap penting tidak dihadirkan oleh jaksa di persidangan. Setidaknya terdapat tiga orang saksi yang semestinya dapat dihadirkan di persidangan untuk menjelaskan duduk perkara sebenarnya. Ketiganya juga diketahui sudah pernah diperiksa oleh penyidik Polri, Komnas HAM, serta Tim Pencari Fakta bentukan Kepolisian.

"Namun, jaksa seakan hanya menganggap kesaksian mereka tidak memiliki nilai penting dalam perkara ini. Padahal esensi hukum pidana itu adalah untuk menggali kebenaran materiil, sehingga langkah jaksa justru terlihat ingin menutupi fakta kejadian sebenarnya," kata Kurnia.

Ketiga, peran penuntut umum terlihat seperti pembela para terdakwa karena tuntutan rendah yang diberikan kepada dua terdakwa.

"Tak hanya itu, saat persidangan dengan agenda pemeriksaan Novel pun jaksa seakan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan penyidik KPK ini. Semestinya jaksa sebagai representasi negara dan juga korban dapat melihat kejadian ini lebih utuh, bukan justru membuat perkara ini semakin keruh dan bisa berdampak sangat bahaya bagi petugas-petugas yang berupaya mengungkap korupsi ke depan," ujar Kurnia.

Persidangan tersebut, menurut tim advokasi, bukan untuk keadilan, tetapi sebaliknya, hukum digunakan untuk melindungi pelaku dengan memberi hukuman "ala kadarnya", menutup keterlibatan aktor intelektual, mengabaikan fakta perencanaan pembunuhan yang sistematis, dan memberi bantuan hukum dari Polri kepada pelaku.

Padahal jelas menurut Pasal 13 ayat 2 Peraturan Pemerintah No 3 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendampingan hukum baru dapat dilakukan bilamana tindakan yang dituduhkan berkaitan dengan kepentingan tugas.

Dalam surat tuntutan disebutkan kedua terdakwa, yaitu Ronny Bugis bersama-sama dengan Rahmat Kadi Mahulette, tidak suka atau membenci Novel Baswedan karena dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

"Seperti kacang lupa pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK, padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kebal hukum, sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ucap jaksa Ahmad Patoni.

Ronny dan Rahmat diketahui adalah polisi aktif dari Satuan Gegana Korps Brimob Kelapa Dua, Depok.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Nurbaiti
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper