Bisnis.com, JAKARTA— Seperempat perusahaan di Inggris mengaku tak mampu lagi membayar gaji karyawan dalam program cuti.
Dikutip dari Bloomberg, Kamis (28/5/2020), Inggris menerapkan program cuti bagi karyawan di tengah pandemi virus corona. Melalui program tersebut, karyawan berada di rumah namun perusahaan tetap membayar sekira 80 persen gaji mereka.
Adapun, pemerintah mengganti biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menggaji karyawan dalam program cuti itu. Hal itu dilakukan agar angka pengangguran tak bertambah sehingga dampak pandemi virus corona tak terlampau parah.
Sebagai gambaran, dalam program tersebut pemerintah kini membayar 80 persen gaji dari 8,4 juta pekerjaan. Namun, ternyata program tersebut kini mulai dikeluhkan oleh seperempat dari total perusahaan di Inggris.
Sejauh ini pemerintah telah mengeluarkan 15 miliar pounds atau setara dengan US$18 miliar. Kalangan organisasi pemantau fiskal pemerintah menyebut bahwa program tersebut bisa menghabiskan dana hingga 80 miliar pounds pada akhir Oktober.
Dari hasil riset Institute of Directors, asosiasi perusahaan menekankan pada perubahan aspek dalam program tersebut. Pasalnya, hanya separuh dari perusahaan yang menggunakan skema retensi pekerjaan bahwa mereka bisa menyediakan 20 persen atau lebih dari gaji pekerja antara Agustus dan Oktober.
Sementara itu, sepertiga responden menyatakan bahwa sebagian besar akan membawa karyawan cutinya untuk bekerja paruh waktu jika program menyediakan fasilitas tersebut.
Director General Institute of Directors Jonathan Geldart mengatakan kebenaran terburuknya adalah bila tak ada uang yang diterima, banyak perusahaan membuat keputusan sulit pada Agustus.
“Pemerintah harus membawa sefleksibel mungkin pada sistem cuti,” katanya.