Bisnis.com, JAKARTA - Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengatakan bahwa banyaknya jumlah peraturan pelaksana yang diamanatkan pembentukannya oleh Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Cipta Kerja menunjukkan tidak sensitifnya pembentuk undang-undang atas kondisi regulasi di Indonesia yang sudah hiper-regulasi.
Peraturan pelaksana yang diamanatkan itu terdiri dari 493 peraturan pemerintah (pp), 19 peraturan presiden (perpres) dan 4 peraturan daerah (perda).
Karena itu, Ketua Komite I DPD, Teras Narang berpandangan bahwa substansi pengaturan RUU tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Hal itu disampaikannya saat memimpin rapat virtual DPD hari ini, Rabu (29/4/2020).
Disebutkan bahwa terdapat 2 (dua) pasal dalam RUU tentang Cipta Kerja yang bertentangan dengan ketentuan hirarki peraturan perundang-undangan dan putusan MK, seperti dalam Pasal 170 yang menyatakan bahwa PP dapat digunakan untuk mengubah UU.
Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU No. 12 Tahun 2011 yang menyebut PP memiliki kedudukan lebih rendah dibanding UU, sehingga PP tidak bisa membatalkan atau mengubah UU.
Selain itu, dalam Pasal 166 disebutkan bahwa Peraturan Presiden bisa membatalkan Perda, juga bertentangan dengan Putusan MK No. 137/PUU-XIII/2015 terkait pengujian beberapa pasal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyatakan pengujian atau pembatalan perda menjadi kewenangan konstitusional Mahkamah Agung.
Baca Juga
“Komite I DPD RI mencermati bahwa RUU tentang Cipta Kerja banyak memuat frasa yang melakukan perubahan dan bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1), ayat (2) dan ayat (5) UUD NRI Tahun 1945,” katanya.
Selain itu, RUU tentang Cipta Kerja juga akan menimbulkan terjadinya sentralisasi pemerintahan atau perijinan yang berpotensi merugikan daerah serta berdampak pada hilangnya semangat otonomi daerah yang merupakan tuntutan reformasi 1998 yang berakibat terjadinya amandemen UUD NRI tahun 1945.
RUU tentang Cipta Kerja, katanya, telah menghilangkan makna Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Pasal 91 pada ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda.