Bisnis.com, JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) menilai kemunduran demokrasi di Tanah Air semakin memburuk.
Hal ini terlihat dari sejumlah pola yang dilakukan oleh oknum-oknum untuk membungkam kritik terhadap program-program pemerintah.
Menurut penelitian kelompok tersebut, sejak Februari 2020 teridentifikasi beberapa pola untuk memberangus suara kritis, baik yang dialamatkan kepada RUU Omnibus Law Cipta Kerja, penanganan Pandemi Covid-19, dan lainnya. Keempat metode tersebut adalah intimidasi, peretasan, kriminalisasi, dan pengawasan.
Menurut FRI, metode intimidasi setidaknya dilakukan terhadap Konfederasi KASBI oleh pendukung Omnibus Law dengan menggalang anak remaja untuk melakukan aksi membakar ban di depan kantor KASBI. Teror juga terjadi terhadap Pengurus KASBI.
"Hal serupa menimpa WALHI Yogyakarta yang didatangi anggota polisi dan TNI," demikian kutipan keterangan resmi FRI, Senin (27/4/2020).
Sementara itu, metode peretasan menjadi jenis yang paling banyak memakan korban. Peretasan atau percobaan peretasan gawai melalui akun media sosial maupun aplikasi pesan menimpa antara lain Fajar, Ketua BEM UI, Azhar, Merah Johansyah dari Jatam, dan Syahdan Husein dari Gejayan Memanggil.
Baca Juga
Selain itu, percobaan peretasan akun Twitter dialami oleh Koordinator Jarigan Desa Kita R Sumakto @DesaKita2 dan akun Facebook seorang jurnalis, Mawa Kresna.
Sementara itu, kriminalisasi menimpa 3 orang pegiat Aksi Kamisan Malang, Ravio, dan 3 orang pemuda di Tangerang: Rio Imanuel, Aflah Adhi, dan Muhammad Riski yang ketiganya adalah pemuda yang aktif dalam gerakan gerakan berbasis edukasi dan solidaritas.
"Sementara, pengawasan aktivitas oleh kepolisian maupun orang tak dikenal dialami setidaknya oleh Solidaritas Pangan Yogyakarta sebanyak dua kali dan LBH Medan empat kali," lanjutnya.
FRI melanjutkan, tindakan-tindakan tersebut tidak pernah ada proses hukum terhadap pelaku. Hal itu secara berbeda jauh dengan proses hukum terhadap masyarakat yang dianggap menghina presiden atau pejabat lainnya. Kondisi tersebut menunjukkan keengganan kepolisian mengungkap dalang di balik aksi-aksi tersebut.
"Kami melihat hal itu sebagai sebuah pelanggaran terhadap Negara Hukum, persamaan di depan hukum tinggal di atas kertas," lanjutnya.
Untuk itu, FRI meminta pemerintah untuk melakukan empat langkah penyelesaian. Pertama, menghentikan semuajenis teror dan intimidasi terhadap rakyat di tengah pandemi virus corona (Covid-19) dan mengungkap pelaku penebar ketakutan termasuk pelaku peretasan
Kedua, meminta tanggung jawab negara untuk tetap menjaga demokrasi dan hak asasi manusia (HAM). Ketiga, pemerintah perlu segera mengevaluasi kepolisian dan pihak-pihak yang seharusnya menjaga keamanan masyarakat.
Sementara itu, poin keempat adalah meminta DPR menjalankan fungsinya melakukan pengawasan kepada pemerintah dengan lebih seksama.