Bisnis.com, JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Rabu kemarin memperingatkan bahwa krisis wabah Covid-19 tidak akan berakhir dalam waktu dekat karena masih banyak negara yang baru terpapar. Sedangkan angka kematian global telah melampaui 180.000 orang dan mereka yang terinfeksi hampir 2,6 juta orang.
Pandemi itu tidak hanya memicu keadaan darurat kesehatan, tetapi juga kemunduran ekonomi global. Sektor bisnis berjuang untuk bertahan hidup, jutaan orang kehilangan pekerjaan, dan jutaan lainnya akan menghadapi kelaparan.
Presiden AS, Donald Trump, atas dasar pemikiran pengangguran akan meluas dan prospek pemilihan ulangnya, bersiap menandatangani perintah eksekutif yang menangguhkan penerbitan status warga permanen bagi imigran selama 60 hari.
Sementara itu, diperkirakan akan muncul gelombang virus corona kedua yang bahkan lebih mematikan pada musim dingin. Padahal, beberapa negara bagian AS mulai membuka kembali bisnis tertentu mereka.
Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengeluarkan peringatan serius terkait kondisi tersebut.
"Jangan salah, kita masih harus menempuh jalan panjang. Virus ini akan bersama kita untuk waktu yang lama," ujar Tedros pada konferensi pers virtual seperti dikutip Channel NewsAsia.com, Kamis (23/4/2020).
Dia mengatakan bahwa sebagian besar negara masih dalam tahap awal epidemi. Sedangkan beberapa negara yang terkena dampak awal pandemi sekarang mulai mengalami penyebaran kasus.
Sementara itu, hasil otopsi di California mengungkapkan bahwa kematian terkait virus corona AS pertama kali terjadi beberapa minggu lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya seperti dikutip BBC.com.
Kematian pertama yang diketahui sebelumnya di AS adalah di Seattle pada 26 Februari dan yang pertama di California pada 4 Maret.
Informasi baru dari wilayah Santa Clara itu telah mengubah pemahaman selama ini. Hasil otopsi itu menunjukkan dua orang meninggal pada 6 Februari dan mereka diketahui terkena terinfeksi virus corona tanggal 17 Februari 2020.