Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Eksekutif GP Farmasi Darodjatun Sanusi menegaskan bahwa perusahaan farmasi nasional PT Kimia Farma bisa memproduksi obat antimalaria chloroquine sebanyak 3 juta tablet sebulan.
Darodjatun menyampaikan hal itu dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) BPOM dengan Komisi IX DPR RI, Rabu (8/4/2020).
Dikatakan, pada masa lalu Indonesia memiliki kemampuan besar memproduksi chloroquine, namun kemampuan itu mengecil saat ini karena obat tersebut hanya digunakan untuk obat malaria.
Kini, chloroquine diresepkan untuk pasien Covid-19 di berbagai negara setelah terbukti mampu membantu kesembuhan pasien Covid-19 di China.
Namun, katanya, Indonesia saat ini mengimpor chlroroquine dari India dan China. Sayangnya, India menutup keran ekspor karena kebutuhan dalam negerinya. Sementara, China belum memberi respons. Oleh karena itu, Darodjatun mengusulkan kerja sama antarpemerintah untuk pengadaan chloroquine.
“Kami usulkan peran pemerintah, kerja sama government to government, mohon untuk dukung kita persediaan obat, kapasitas yang kami miliki baru 55 hingga 60 persen, jika kami produksi kami bisa produksi 3 juta tablet per bulan,” ujarnya.
Darodjatun menegaskan bahwa Kimia Farma bisa memproduksi lebih dari 3 juta tablet sebulan.
Khusus untuk chloroquine, dia menambahkan, bahwa India pun tergantung pada China untuk bahan baku awal obat chlroquine.
“Chloroquine sebaiknya tidak hanya tersedia di rumah sakit rujukan Covid-19, tetapi juga sebaiknya tersedia di praktik dokter,” tukasnya.
Selain chlroroquine, Darodjatun mengatakan hingga kini belum ada keluhan ketersediaan antibiotik dari tenaga medis dan rumah sakit. Antibiotik tersebut diproduksi di dalam negeri untuk kebutuhan pasien Covid-19.