Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tolak Pulangkan WNI Pro ISIS, Indonesia Serius Perangi Terorisme

Pemerintah memutuskan untuk tidak memulangkan 689 warga negara Indonesia (WNI) eks kelompok ISIS ke Indonesia. Langkah ini diyakini sebagai kebijakan yang tepat.
Ilustrasi-Tentara Irak turunkan bendera ISIS/Reuters
Ilustrasi-Tentara Irak turunkan bendera ISIS/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memutuskan untuk tidak memulangkan 689 warga negara Indonesia eks kelompok ISIS ke Indonesia. Langkah ini diyakini sebagai kebijakan yang tepat.

Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Ahmad Atang menilai keputusan itu menunjukkan bahwa Indonesia sangat serius memerangi terorisme, walaupun dengan warganya sendiri.

"Dilihat dari kepentingan bangsa dan negara, pemerintah melarang warga negara Indonesia eks ISIS untuk kembali ke Indonesia, lebih pada pendekatan keamanan (security approach)," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Kamis (13/2/2020).

Dia menilai  sikap pemerintah terhadap WNI pro ISIS sebagai langkah yang tepat dan patut diacungi jempol.

"Jika WNI eks ISIS diterima kembali sebagai warga negara, maka Indonesia akan dicap sebagai negara yang melindungi warganya yang terlibat dalam organisasi ISIS," kata Ahamd Atang.

"Pemerintah memberi pesan kepada kepada publik bahwa radikalisme dalam bentuk apapun tidak boleh berkembang di negeri ini," katanya.

Ahmad Atang menilai wajar jika dalam tataran demokrasi global sikap pemerintah bisa dinilai sebagai bagian dari upaya untuk mengekang kebebasan warga negara.

Namun, tegasnya, kebebasan mesti diletakkan dalam kerangka tidak bebas karena masih ada hak orang lain.

Hentikan Perdebatan

Kepala Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme Universitas Indonesia Inspektur Jenderal Polisi (Purn) Benny Josua Mamoto, Rabu, menilai langkah pemerintah bisa menghentikan perdebatan yang terjadi.

"Ketika pemerintah belum menentukan sikap, terjadi perdebatan di mana-mana. Bahkan, video lama muncul sehingga ada keresahan dan ketakutan di masyarakat. Langkah pemerintah mengambil keputusan dengan jawaban tegas menolak, itu tepat menurut saya, karena dengan begitu perdebatan berhenti," ujar Benny saat ditemui setelah menghadiri acara diskusi di Kampus Universitas Indonesia Salemba, Jakarta.

Keputusan itu, lanjutnya perlu ditindaklanjuti dengan upaya pendataan dan verifikasi terhadap lebih dari 600 WNI mantan kombatan ISIS yang saat ini mengungsi di Suriah dan Turki. "Ini perlu dikaji kembali bagi mereka-mereka yang mungkin jadi korban," tambah dia.

Jika nantinya ada yang dipulangkan, Benny berpendapat pemerintah perlu memperhatikan lagi proses identifikasi dan verifikasi terhadap para eks kombatan. "Di dalam mereka sudah tertanam dalam-dalam militansinya, karena sudah teruji di medan jihad," ujar Benny mengingatkan.

Tidak hanya itu, proses penyidikan dan penyelidikan terhadap para mantan kombatan, apabila mereka dipulangkan, juga cukup berat. Pasalnya, ia berpendapat, proses penyidikan dan penyelidikan untuk kasus terduga terorisme membutuhkan waktu panjang dan keahlian khusus.

"Sejak Bom Bali I, saya banyak terlibat, mulai dari Amrozi, Muchlas, dan saat saya sebagai interogator, bagaimana saya membuat dia menjelaskan apa yang dia lakukan. Itu butuh komunikasi yang baik, perlu membangun trust. Tahapannya tidak satu hari, dua hari," jelas Benny.

Menurut dia, wacana memulangkan ratusan WNI mantan kombatan ISIS juga menimbulkan masalah baru, salah satunya mengenai kapasitas penyidikan dan penyelidikan Kepolisian terhadap mereka yang diduga terlibat jaringan teroris.

"Problemnya ada di kuantitas dan kualitas, (jika yang dipulangkan banyak), sementara (penyidik) jumlahnya terbatas, ya nanti kedodoran juga," ujar Benny.

Pendataan FTF

Analis Intelijen dan Terorisme Stanislaus Riyanta mengingatkan pentingnya pendataan secara detail terhadap padad FTF ISIS.

"Sebaiknya pemerintah tidak hanya berhenti dengan menolak mereka untuk dipulangkan. Pemerintah perlu melakukan pendataan yang detail terhadap 689 FTF [Foreign Terrorist Fighter] ISIS asal Indonesia tersebut," katanya kepada Bisnis, Rabu (12/2/2020).

Data tersebut cukup penting untuk mengetahui kemungkinan adanya kesepakatan internasional terkait WNI pro ISIS tersebut. Seluruh penanganan lanjutnya, akan berbasis data.

"Termasuk antisipasi jika mereka masuk kembali ke Indonesia lewat jalur ilegal," ujarnya.

Dengan data yang detail maka akan mendukung segala antisipasi yang bisa dilakukan pemerintah untuk mencegah mereka masuk kembali ke Indonesia.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper