Bisnis.com, JAKARTA – Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan membantah sejumlah pemberitaan, termasuk media asing, yang menyangsikan kemampuan laboratoriumnya untuk mengidentifikasi virus corona atau coronavirus yang penyebarannya membuat World Health Organization (WHO) menetapkan status darurat global.
“Jadi, adalah tidak benar berita di mas media yang menyangsikan kemampuan Laboratorium Badan Litbangkes sebagai rujukan nasional penyakit new-emerging dan re-emerging,” tegas Kepala Badan Litbangkes Siswanto dalam keterangan resmi yang diterima Bisnis, Sabtu (1/2/2020).
Dia menjelaskan fasilitas tersebut ditunjuk sebagai laboratorisum rujukan nasional untuk konfirmasi penyakit infeksi new-emerging dan re-emerging. Hal itu ditetapkan emlalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 658/MENKES/PER/VIII/2009 tentang Jejaring Laboratorium Diagnosis Penyakit Infeksi New-Emerging dan Re-Emerging.
Laboratorium Balitbangkes, jelasnya, mempunyai sarana Biosafety Level-3 (BSL-3), sehingga mampu untuk menangani agent infeksius, seperti H5N1, H1N1, MERSCoV, SARS.
“Termasuk Novel Coronavirus,” tegasnya.
Siswanto mengatakan fasilitas tersebut juga telah tersertifikasi WHO untuk pemeriksaan Polio, Diphtheri, dan Campak. Pihaknya bahkan memiliki banyak peneliti dengan latar belakang pendidikan doktoral di bidang Biomolekuler, serta beberapa peralatan PCR dan dua NGS untuk whole genome sequence.
Baca Juga
Di samping itu, laboratorium rujukan penanganan wabah itu sudah memiliki banyak pengalaman, termasuk flu burung (H5N1), swine flu (H1N1 pdm09), MERSCoV, dan SARS.
Dalam konteks pemeriksaan orang dangan indikasi Novel Coronavirus (nCoV), Badan Litbangkes mengacu pada protokol WHO.
Sejauh ini, kata Siswanto, Badan Litbangkes menggunakan sejumlah tahapan untuk mengindentifika virus tersebut, yakni melalui ekstraksi RNA, pemeriksaan PCR untuk Pancoronavirus, dan bila positif maka dilakukan gel electroforesis untuk identifikasi protein 30kb (beta coronavirus, termasuk nCoV.
Setelah itu, jelas dia, pihaknya akan melakukan whole genome sequencing yang hasilnya akan dibandingkan dengan genome sequence nCoV di Genebank. Bila sama, maka itu dinyatakan positif Novel Coronavirus.
Seluruh rangkaian itu dilakukan dalam kurun waktu 2 - 3 hari.
“Metode pemeriksaan sebagaimana itu juga dikerjakan negara lain, seperti China, Jepang, Thailand, dan lain-lain negara, sepanjang belum diperoleh primer dan kontrol positif.”
Untuk mempercepat pemeriksaan proses itu dengan cara real time RT-PCR, sambung Siswanto, pihaknya sedang memesan primer dan kontrol nCoV ke CDC Atlanta.
Sejumlah media, termasuk milik asing, memberiktakan bahwa para ahli medis telah menyuarakan keprihatinan tentang kemampuan Indonesia untuk mendeteksi virus corona. Kondisi itu membuat kasus-kasus penyebaran virus itu tidak terdiagnosis di Indonesia dan berpotensi menyebar ke negara lain, terutama Australia.
Media asal Negeri Kanguru, Sydney Morning Herald dan The Age, bahkan melaporkan bahwa laboratorium medis Indonesia tidak memiliki saran pengujian yang diperlukan untuk cepat mendeteksi virus corona yang menyebar dari Wuhan, Ibu Kota Provinsi Hubei, China.
Virus yang telah menewaskan ratusan orang di seluruh dunia itu pun dinilai mungkin sudah ada di Indonesia, kendati pemerintah mengklaim tidak ada kasus korban terinfeksi.