Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang akan ikut dalam menentukan pemanggilan saksi pelaku dugaan korupsi dinilai berlebihan oleh pengamat antikorupsi.
Zaenur Rohman, peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) mengatakan bahwa pemanggilan saksi berada dalam kewenangan dari penyidik dan sepengetahuan Direktur Penyidikan (Dirdik).
Hal ini menurut Zaenur lantaran penyidik lebih paham kebutuhan informasi dari pihak yang dianggap mengetahui sebuah peristiwa.
"Rencana pimpinan untuk ikut menentukan pemanggilan saksi berlebihan," ujarnya, Selasa (28/1/2020).
Zaenur mengatakan dengan adanya rencana pimpinan KPK ikut dalam menentukan pemanggilan saksi maka dinilai dapat menghambat kerja penyidikan.
Hal tersebut, lanjut dia, karena akan memperpanjang rantai birokrasi yang harus ditempuh dalam penyidikan. Daripada ikut menentukan pemanggilan saksi, Zaenur menyarankan agar pimpinan meminta penjelasan Dirdik atau bahkan penyidik, dalam hal ada dugaan ketidakwajaran proses.
"Ini termasuk bagian dari pengawasan dan pengendalian. Namun, bukan berarti pimpinan menentukan siapa saja yang seharusnya dipanggil menjadi saksi," kata dia.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam rapat dengar pendapat di DPR pada Senin (27/1/2020) mengaku nantinya penyidik KPK harus melaporkan nama-nama saksi yang akan dipanggil serta pertimbangan pemanggilan hingga susunan pertanyaan ke pimpinan KPK.
Pihaknya tidak ingin ada praktik pemanggilan saksi yang hanya didasarkan pertimbangan penyidik. Dia mengklaim rencana untuk ikut menentukan pemanggilan terhadap saksi tersebut tidak melanggar aturan.