Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan menjerat tersangka lain dalam kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia Tbk (Persero).
Dalam dakwaan mantan Direktur Utama Garuda Indonesia (GIAA) Emirsyah Satar dan beneficial owner Connaught International Pte. Soetikno Soedarjo, sejumlah pejabat GIAA saat itu diduga menerima aliran dana terkait sejumlah pengadaan tersebut.
Hanya saja, didakwaan tidak disebutkan siapa saja pejabat yang menerima uang panas tersebut. Kendati demikian, mereka bekerja sesuai arahan dan perintah Emirsyah Satar.
Dugaan penerimaan untuk pihak lain muncul saat Soetikno melalui perusahaan miliknya, PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, menandatangani kontrak side letter (commercial adviser agreement No.10201/SL2) dengan Rolls-Royce karena telah dicapainya kesepakatan Total Care Program dengan pihak GIAA.
Berdasarkan surat dakwaan, penandatanganan itu dilakukan Soetikno dalam rangka memberikan fee kepada Emirsyah Satar dan pihak-pihak lain yang turut berjasa.
"Untuk dakwaan yang dibacakan kemarin, memang kami fokus lebih dahulu kepada terdakwa Emirsyah Satar," ujar Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri, Selasa (31/12/2019).
Emirsyah didakwa menerima suap bersama-sama dengan mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada GIAA Hadinoto Soedigno dan Capt. Agus Wahjudo karena telah melakukan intervensi dalam pengadaan tersebut.
Dalam pengembangan kasus, KPK baru menjerat Soedigno sebagai tersangka. Padahal, penyidik sebelumnya mengidentifikasi aliran uang yang semula Rp20 miliar menjadi Rp100 miliar dalam bentuk mata uang asing pada sejumlah mantan petinggi GIAA saat itu.
"Nanti akan kami kembangkan dengan melihat fakta-fakta di persidangan yang akan digali oleh penuntut umum, baik dari keterangan para saksi maupun alat bukti lain yang akan diperlihatkan JPU di persidangan," kata Ali.
Dia menegaskan bahwa saat ini KPK memang sudah menetapkan Hadinoto sebagai tersangka. Dalam dakwaan, Hadinoto terlihat berperan sebagai tangan kanan Emirsyah Satar dalam menindaklanjuti proses pengadaan dengan pabrikan asing.
Ali masih menjawab diplomatis ketika disinggung soal peran pihak lain yang juga muncul dalam dakwaan. Pihak-pihak itu sebelumnya pernah dipanggil penyidik KPK sebagai saksi saat kasus ini masih bergulir dalan proses penyidikan.
"Para saksi yang diperiksa penyidik akan dihadirkan di sidang. Soal pengembangan lebih lanjut dipastikan setelah fakta-fakta hukum dipersidangan cukup untuk menetapkan pihak lain sebagai tersangka," kata Ali.
Emirsyah sebelumnya didakwa menerima suap setara Rp46 miliar dari Soetikno dengan perincian Rp5.859.794.797, US$884.200, EUR1.020.975 dan Sin$1.189.208. Selain itu, dia juga didakwa melakukan pencucian uang bersama Soetikno Soedarjo.
Pertama, berupa pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin Total Care Program dengan Rolls-Royce dengan nilai suap US$680.000 melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International, perusahaan milik Soetikno Soedarjo.
Hal itu terkait dengan tercapainya kontrak TCP mesin Rolls-Royce Trent 700 untuk 6 unit pesawat Airbus A330-300 GIAA yang dibeli tahun 1989 dan 4 unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan International Lease Finance Corporation (ILFC).
Satar pada saat itu disebut dapat mengintervensi perusahaan agar dapat menggunakan metode TCP untuk perawatan mesin. Padahal, GIAA ketika itu menggunakan mekanisme time and material based (TMB) karena kesulitan keuangan.
Kedua, uang suap diterima Satar terkait pengadaan pesawat Airbus A330-300/200. Satar menerima sebesar EUR1.020.975 melalui rekening Woodlake International.
Ketiga, penerimaan uang juga berasal dari Airbus melalui Connaught International terkait pengadaan 21 unit pesawat Airbus A320 Family untuk PT Citilink Indonesia.
Pemberian uang pada Satar setelah penandatanganan sales and purchase agreement. Fee kepada Satar lewat Connaught International sebagai perusahaan intermediary dan disamarkan melalui perjanjian consultant agreement antara European Aeronautic Defense and Space (EADS) dengan Connaught International pada 13 Mei 2011.
Fee tersebut diterima Satar dalam bentuk pelunasan pembayaran satu unit rumah di Jalan Pinang Merah II Blok SK No.7-8 kepada Istiningdiah Sugianto berikut biaya pajaknya dengan jumlah keseluruhan Rp5.790.000.000.
Keempat, penerimaan terkait pengadaan pesawat Sub-100 seater Canadian Regional Jet 1.000 Next Generation (CRJ1.000NG) dari Bombardier Aerospace Commercial Aircraft melalui Hollingworth Management International (HMI) dan Summerville Pasific Inc.
HMI adalah perusahaan yang sengaja didirikan Soetikno bersama seseorang bernama Bernard Duc di Hongkong setelah mengetahui dari Satar bahwa GIAA tengah melakukan pengadaan pesawat.
Setelah adanya perjanjian antara pihak GIAA dengan Bombardier, maka uang dialirkan pada HMI untuk kemudian dikirim sejumlah US$1.166.667 ke rekening Summerville Pasific Inc milik Soetikno.
Satar lantas menerima uang dalam bentuk investasi sejumlah US$200.000 dari Bombardier melalui HMI dan Summervile Pasific Inc di Mcquaire Group Inc tersebut.
Kelima, pemberian uang sejumlah Sin$1.181.763 dari Avions de Transport Régional (ATR) melalui Connaught International terkait pengadaan 21 pesawat ATR 72 seri 600.
Atas perbuatannya, Emirsyah didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Terkait pencucian uang, dia didakwa melanggar Pasal 3 UU No. 8/2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.