Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) Emirsyah Satar didakwa jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima suap setara Rp46 miliar.
Suap diterima dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi sekaligus beneficial owner Connaught International Pte. Soetikno Soedarjo sebesar Rp5.859.794.797, US$884.200, EUR1.020.975 dan SGD1.189.208.
"Telah melakukan perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan perbuatan kejahatan yang diancam dengan pidana pokok menerima hadiah berupa uang," ujar jaksa Wawan Yunarwanto, membacakan surat dakwaan di pengadilan Tipikor, Senin (30/12/2019).
Satar menerima suap tersebut saat menjadi direktur utama PT Garuda Indonesia (GIAA) 2005-2014 terkait dengan pengadaan pesawat dan mesin pesawat di GIAA. Adapun suap diterima pada kurun waktu 2009-2014.
Satar disebut menerima uang bersama-sama dengan mantan Direktur Teknik Executive Vice President Engineering GIAA Hadinoto Soedigno dan Capt. Agus Wahjudo selaku Executive Project Manager.
Jaksa menjabarkan penerimaan dari pengadaan tersebut. Pertama, berupa pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan Rolls-Royce.
Baca Juga
Penerimaan dari Rolls-Royce Plc itu melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International, perusahaan milik pemberi suap Soetikno Soedarjo sebesar US$680.000.
Hal itu terkait dengan tercapainya kontrak Total Care Program (TCP) mesin Rolls-Royce Trent 700 untuk 6 unit pesawat Airbus A330-300 GIAA yang dibeli tahun 1989 dan 4 unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan International Lease Finance Corporation (ILFC).
Satar pada saat itu disebut dapat mengintervensi perusahaan agar dapat menggunakan metode TCP untuk perawatan mesin. Padahal, GIAA ketika itu menggunakan mekanisme time and material based (TMB) karena kesulitan keuangan.
Kedua, uang suap diterima Satar terkait pengadaan pesawat Airbus A330-300/200. Satar menerima sebesar EUR1.020.975 melalui rekening Woodlake International.
Ketiga, penerimaan uang juga berasal dari Airbus melalui Connaught International terkait pengadaan 21 unit pesawat Airbus A320 Family untuk PT Citilink Indonesia.
Pemberian uang pada Satar setelah penandatanganan sales and purchase agreement. Fee kepada Satar lewat Connaught International sebagai perusahaan intermediary dan disamarkan melalui perjanjian consultant agreement antara European Aeronautic Defense and Space (EADS) dengan Connaught International pada 13 Mei 2011.
Fee tersebut diterima Satar dalam bentuk pelunasan pembayaran satu unit rumah di Jalan Pinang Merah II Blok SK No.7-8 kepada Istiningdiah Sugianto berikut biaya pajaknya dengan jumlah keseluruhan Rp5.790.000.000.
Keempat, penerimaan terkait pengadaan pesawat Sub-100 seater Canadian Regional Jet 1.000 Next Generation (CRJ1.000NG) dari Bombardier Aerospace Commercial Aircraft melalui Hollingworth Management International (HMI) dan Summerville Pasific Inc.
HMI adalah perusahaan yang sengaja didirikan Soetikno bersama seseorang bernama Bernard Duc di Hongkong setelah mengetahui dari Satar bahwa GIAA tengah melakukan pengadaan pesawat.
Setelah adanya perjanjian antara pihak GIAA dengan Bombardier, maka uang dialirkan pada HMI untuk kemudian dikirim sejumlah USD1.166.667 ke rekening Summerville Pasific Inc milik Soetikno.
Satar lantas menerima uang dalam bentuk investasi sejumlah US$200.000 dari Bombardier melalui HMI dan Summervile Pasific Inc di Mcquaire Group Inc tersebut.
Kelima, pemberian uang sejumlah SGD1.181.763 dari Avions de Transport Régional (ATR) melalui Connaught International terkait pengadaan 21 pesawat ATR 72 seri 600.
Pengadaan itu mulanya dalam rangka pengembangan bisnis GIAA untuk merespon liberalisasi penerbangan di ASEAN tahun 2012 dan untuk kebutuhan konektivitas serta potensi persebaran bandara di Indonesia.
Atas perbuatannya, Emirsyah didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.