Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Presiden Direktur Lippo Cikarang Tbk., Bartholomeus Toto meminta perlindungan Presiden Joko Widodo atau Jokowi terhadap kasus yang dialaminya.
Hal itu terkait dengan kasus dugaan suap penerbitan izin proyek hunian Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Toto menilai ada kesewenang-wenangan dalam menetapkannya sebagai tersangka. Hanya saja, tak jelas apa yang dimaksud Toto.
"Saya sebagai anak bangsa, saya memohon perlindungan Pak Jokowi terhadap kesewenang-wenangan yang saya alami," tutur Toto, usai memperpanjang masa penahanan penyidik KPK, Jumat (6/12/2019)
Tak hanya pada Jokowi, Toto juga menaruh harapan pada pimpinan KPK terpilih periode 2019-2023. Toto meminta agar ke depan tidak ada lagi kesewenang-wenangan yang dialami orang lain seperti yang menimpa dirinya.
"Dan saya berharap ke depan kepada pimpinan Pak Firli [Bahuri] tak ada lagi rekayasa-rekayasa yang seperti saya alami saat ini," ujar dia.
Baca Juga
Di sisi lain, Toto juga mengapresiasi Polrestabes Bandung yang sudah memproses laporan dugaan fitnah yang ditujukan pada Edi Dwi Soesianto selaku Kepala Departement Land Acquisition Permit PT Lippo Cikarang Tbk. Sebelumnya, Toto mengaku bahwa dirinya difitnah di pusaran kasus ini.
Dia pun meminta aparat penegak hukum agar menangani kasusnya dengan seadil-adilnya. Dia menyerahkan nasibnya pada Tuhan.
Hari Jumat (6/12/2019), tim penyidik KPK melakukan perpanjangan masa penahanan terhadap Bartholomeus Toto terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap megaproyek Meikarta.
"Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan selama 40 hari ke depan untuk tersangka BTO [Bartholomeus Toto]," ujar Juri Bicara KPK Febri Diansyah dalam pesan tertulis, Jumat (6/12/2019).
Toto sebelumnya resmi ditahan tim penyidik KPK usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka selama kurang lebih 10 jam pada Rabu (20/11/2019) lalu.
"Penahanan diperpanjang terhitung sejak 10 Desember 2019."
Ditahan di Rutan KPK
Selama proses penyidikan, Toto dititipkan di rumah tahanan cabang KPK tepatnya di belakang Gedung Merah Putih KPK. Penahanan Toto menyusul Sekda Jabar nonaktif Iwa Karniwa yang lebih dulu ditahan pada 30 Agustus 2019 di rumah tahanan Pomdam Jaya Guntur.
Dalam perkara ini, Toto diduga telah mengalirkan uang senilai Rp10,5 miliar kepada mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin untuk proses penerbitan surat izin peruntukan dan pengolahan tanah (IPPT) Meikarta.
Uang tersebut diberikan pada Neneng Hasanah Yasin melalui orang kepercayaannya dalam lima kali pemberian baik dalam bentuk dolar Amerika Serikat dan rupiah. Namun, tersangka Toto membantah telah menyuap Neneng dkk dan mengaku difitnah oleh Edi Dwi Soesianto selaku Kepala Departement Land Acquisition Permit PT Lippo Cikarang Tbk saat itu.
Atas dugaan fitnah yang dialamatkan padanya, dia melaporkan Edi Soesianto ke Polrestabes Bandung. Menurut dia, pihak kepolisian diklaimnya sudah menemukan bukti atas dugaan fitnah tersebut.
Toto disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkembangan lain, dia resmi mengajukan praperadilan ke pengadilan negeri Jakarta Selatan yang terdaftar pada Rabu (27/11/2019) dengan nomor perkara 151/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL.
Dia menyatakan bahwa Sprindik Nomor:Sprin.Dik/67/DIK.00/01/07/2019 tanggal 10 Juli 2019, atas Dasar Laporan Pengembangan Penyidikan Nomor:LPP/08/DIK.02.01/23/06/2019 tanggal 24 Juni 2019 dinilai tidak sah dan batal demi hukum.
Toto dalam isi petitum permohonan meminta KPK membayar kerugian materiil sebesar Rp100 juta dan kerugian imateriil senilai Rp50 miliar yang dibayarkan secara tunai dan sekaligus kepadanya.
"[nilai tersebut merupakan] tuntutan ganti rugi. Materil Rp100 juta dan imateriil Rp50 miliar. Ketentun [bedasarkan] KUHAP. Soal dikabul atau tidak itu kita serahkan kepasa hakim [tunggal praperadilan]," ujar Supriyadi, kuasa hukum Toto pada Bisnis.