Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Presiden Didesak Sampaikan Perkembangan Kasus Novel Baswedan

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi meminta Presiden Joko Widodo segera menyampaikan hasil perkembangan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kepada publik.
Penyidik KPK Novel Baswedan berada di mobil setibanya dari Singapura di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (22/2/2018)./ANTARA-Muhammad Iqbal
Penyidik KPK Novel Baswedan berada di mobil setibanya dari Singapura di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (22/2/2018)./ANTARA-Muhammad Iqbal

Bisnis.com, JAKARTA - Perkembangan penanganan kasus penganiayaan terhadap Novel Baswedan sejauh ini belum diketahui publik.

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi meminta Presiden Joko Widodo segera menyampaikan hasil perkembangan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan kepada publik.

"Presiden Joko Widodo hingga hari ke-970 belum kunjung memberikan keadilan pada Novel Baswedan yang diserang menggunakan air keras. Padahal, Presiden telah memberikan tenggat waktu kepada Kapolri Idham Azis untuk menyelesaikan kasus tersebut hingga awal Desember," ucap Kurnia Ramadhana, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (3/12/2019).

Namun, kata dia, pada kenyataannya tidak ada sama sekali perkembangan yang disampaikan oleh Presiden untuk mengungkap siapa aktor di balik penyerangan Novel.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) itu menyatakan pascapenyerangan Novel pada 11 April 2017 hingga hari ini, Presiden telah mengeluarkan 15 pernyataan mengenai kasus tersebut, salah satunya pada 31 Juli 2017 melalui akun Twitter resmi Presiden Joko Widodo.

Jokowi memberikan pernyataan pengusutan kasus Novel Baswedan terus mengalami kemajuan.

"Namun pada awal Desember 2018, Presiden seolah-olah menutup mata dengan kerja-kerja Kepolisian yang tidak dapat menemukan aktor penyiraman akhir keras yang menimpa Novel," tutur Kurnia.

Alih-alih bersikap realistis terhadap proses pengusutan kasus yang dinilai sulit oleh Kepolisian, kata Kurnia, Presiden tidak pernah melakukan evaluasi terhadap tim yang dibentuk oleh kepolisian. Setidaknya, ucap dia, terdapat tiga tim yang sudah dibentuk oleh Kepolisian.

Tim pertama, kata dia, dibentuk oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada 12 April 2017 yang merupakan gabungan dari Polres Jakarta Utara, Polda Metro Jaya, dan Mabes Polri.

"Selama proses pengungkapan kasus, Kapolda Metro Jaya Idham Azis saat itu menyampaikan bahwa telah ada 166 orang yang terlibat dalam Satgasus dengan memeriksa 68 orang saksi, 38 rekaman CCTV, dan 91 toko penjual bahan-bahan kimia per 14 Maret 2018," ujar Kurnia.

Tim kedua dibentuk oleh Kapolri Tito Karnavian pada 8 Januari 2019 melalui surat tugas nomor: Sgas/3/I/HUK.6.6./2019.

Tim gabungan di bidang penyelidikan dan penyidikan kasus penyerangan air keras terhadap Novel merupakan rekomendasi dari hasil laporan tim pemantauan proses hukum Novel yang dibentuk oleh Komnas HAM RI.

"Tim tersebut beranggotakan 65 orang, 53 orang diantaranya berasal dari Polri. Tim yang diketuai oleh Kapolda Metro Jaya Idham Azis telah memeriksa 74 orang, 38 rekaman CCTV, dan 114 toko penjual bahan-bahan kimia yang juga melibatkan kepolisian dari Australia. Salah satu rekomendasinya yaitu membentuk tim teknis lapangan," ujar dia.

Tim ketiga, kata dia, yang dibentuk oleh Kapolri Tito Karnavian yaitu tim teknis kasus Novel berdasarkan rekomendasi dari tim gabungan.

Kapolri mengeluarkan Surat Perintah Tugas (Sprint) pada tanggal 1 Agustus 2019 yang diketuai oleh Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Nico Afinta dengan bertanggung jawab kepada Kabareskrim Polri Idham Azis.

"Tim teknis memiliki anggota sebanyak 120 orang yang bertugas selama enam bulan. Namun, Presiden Joko Widodo menolak permintaan tersebut dengan menyatakan bahwa awal Desember akan menyampaikan hasil temuan tim teknis," tuturnya.

Menurut dia, banyaknya tim yang dibentuk oleh Kepolisian tidak linear dengan hasil kerjaan yang telah memakan waktu selama dua tahun delapan bulan. Apalagi, Kapolri saat ini Idham Azis merupakan ketua dalam tiga tim yang telah dibuat.

"Selain itu, dengan tidak terselesaikannya kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan merupakan satu bukti nyata juga bahwa Presiden Joko Widodo tidak memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi, khususnya perlindungan bagi pembela Hak Asasi Manusia," kata Kurnia.

Koalisi, kata dia, juga meminta Presiden harus mencopot Kapolri Jenderal Idham Azis apabila tidak dapat menemukan aktor pelaku lapangan, aktor intelektual, dan motif penyerangan.

Kemudian, juga meminta Presiden segera membentuk tim gabungan independen untuk mengungkap aktor di balik penyerangan terhadap Novel.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper