Kabar24.com, JAKARTA — Pemohon uji konstitusionalitas UU KPK hasil revisi berencana menghadirkan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana sebagai ahli dalam sidang pemeriksaan.
“Rencananya dua ahli. Satu Prof. Denny Indrayana, satu lagi kami sampaikan kemudian,” kata Wiwin Taswin, salah satu pemohon Perkara No. 59/PUU-XVII/2019, usai sidang di Jakarta, Selasa (19/11/2019).
Wiwin menjelaskan bahwa ahli dihadirkan untuk memperkuat dalil para pemohon.
Salah satu argumen mereka adalah tidak kuorumnya kehadiran fisik anggota DPR saat rapat paripurna pengesahan UU KPK hasil revisi.
Ketika dikonfirmasi Bisnis.com, Denny Indrayana membenarkan bahwa dirinya telah diminta sebagai ahli para pemohon Perkara No. 59/PUU-XVII/2019.
“Iya betul. Yang dari Universitas Islam As-Syafi'iyah,” katanya.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman belum mengungkapkan jadwal sidang pemeriksaan ahli.
Sembari bercanda, Anwar mengatakan sidang kemungkinan baru dilaksanakan paling cepat pada Januari 2020.
“Kapan sidang berikutnya nanti ada pemberitahuan dari Kepaniteraan MK. Gambarannya paling tidak 1 tahun lagi,” ujarnya sembari tertawa.
Sidang hari ini beragendakan pemberian keterangan oleh DPR dan pemerintah selaku pembentuk UU No. 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Dalam sidang, Staf Ahli Menteri Hukum dan HAM Bidang Hubungan Lembaga Agus Hariadi dan Anggota DPR Arteria Dahlan kompak membantah seluruh dalil para pemohon uji materi UU No. 19/2019. Keduanya menilai tidak ada cacat formil dalam pembentukan UU KPK hasil revisi.
Perkara 59/PUU-XVII/2019 dimohonkan oleh 22 mahasiswa Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Islam As-Syafi'iyah. Selain berstatus mahasiswa, mereka juga berprofesi sebagai advokat.
Para pemohon memasukkan gugatan pada 30 September 2019. Selanjutnya, MK menggelar tahapan sidang pemeriksaan pendahuluan pada 14 Oktober dan sidang perbaikan permohonan pada 28 Oktober.
Awalnya, gugatan tersebut diajukan ketika UU KPK hasil revisi belum diundangkan. Meski demikian, para pemohon berhasil memasukkan nomenklatur beleid tersebut, UU No. 19/2019, dalam sidang perbaikan.
Para mahasiswa Universitas Islam As-Syafi'iyah menguji UU KPK secara formil dan materiil. Untuk pengujian formil, mereka meminta MK membatalkan UU No. 19/2019 karena dibentuk tidak sesuai dengan prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan.