Bisnis.com, JAKARTA – Kasus penipuan biro umrah PT First Anugerah Karya Wisata kembali mencuat seiring dengan inkrahnya putusan pengadilan yang terkait dengan penyitaan aset.
Masalahnya, sesuai putusan pengadilan, aset disita untuk diserahkan ke negara, bukan digunakan untuk dikembalikan ke korban penipuan First Travel. Calon jamaah umrah yang dananya nyangkut pun melawan.
Salah satu korban penipuan First Travel, Asro Kamal Rokan, angkat bicara mengenai kabar harta sitaan dari PT First Anugerah Karya Wisata yang akan dilelang dan hasilnya akan diserahkan kepada negara.
“Kami yang dirugilan, mengapa negara yang diuntungkan? Kami tidak dapat menerimanya. Semestinya, hasil lelang diperuntukkan bagi jamaah,” kata Asro, Jumat, (15/11/2019) dilansir Tempo.co.
Asro adalah korban penipuan First Travel yang mendaftarkan 14 orang keluarganya untuk umrah. Ia mengeluarkan uang Rp 160 juta untuk ikut Umrah.
Menurut dia, jamaah yang menjadi korban sudah menyuarakan keberatan ini melalui penasihat hukum mereka. Namun, katanya, pengadilan tak menggubris. “Pengadilan tidak memberi respon atas aspirasi jamaah,” ujarnya.
Baca Juga
Diminta Relakan Saja
Keberatan dari jamaah ini kembali mencuat saat Ketua Kejaksaan Tinggi Depok baru, Yudi Triadi, membuat pernyataan yang menurut jamaah tidak patut. Menurut salah seorang kuasa hukum jamaah, Lutfi Yazid, Yudi dalam acara Lepas Sambut Kejari baru pada 11 November 2019 lalu, menyebut agar jemaah merelakan saja uang yang mereka bayarkan kepada First Travel, dan menyerahkannya pada negara.
Pada Senin, 4 Maret 2019, jemaah korban penipuan First Travel mengajukan gugatan perdata ihwal aset yang disita negara ke Pengadilan Negeri Depok. Kuasa hukum jemaah, Riesqi Rahmadiansyah mengatakan sudah tidak ada cara lain lagi untuk memberangkatkan jamaah First Travel.
“Saatnya jamaah bertindak dan berjuang, dengan ini kami nyatakan mengugat pihak terkait agar jamah bisa berangkat,” katanya.
Sengkarut ini soal harta sitaan ini bermula ketika Pengadilan Negeri Depok memvonis bersalah pemilik First Travel, Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari, dalam perkara pidana karena melakukan Tindakan Pencucian dan Penggelapan Uang (TPPU) pada Mei 2018. Keduanya dihukum 20 tahun dan 18 tahun.
Selain itu, pengadilan juga memerintahkan jaksa menyita aset keduanya untuk diserahkan kepada negara.
Belakangan, Andika dan Anniesa mengajukan memori kasasi No. 83/Pid.B2018PN.Dpk meminta supaya aset-asetnya menjadi sita umum agar bisa mengembalikan ganti rugi uang kepada jemaah. Namun, keberatan Andika dan Anniesa ditolak oleh Mahkamah Agung.