Kabar24.com, JAKARTA — Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat jumlah kepala desa yang menjadi tersangka terkait dengan kasus korupsi meningkat setiap tahunnya.
LSM antikorupsi itu menyoroti soal dugaan korupsi dana desa dari sejumlah desa fiktif atau yang tak berpenghuni namun turut menerima aliran dana.
Apalagi, KPK dan Kepolisian tengah mengusut dugaan itu di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, karena adanya kerugian negara atau daerah atas dana desa dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2016—2018.
Aktivis ICW Tama S. Langkun mengatakan bahwa sebetulnya dugaan korupsi dana desa yang tengah ramai saat ini bukanlah perkara yang tidak bisa diprediksi sejak awal.
Hal ini mengingat fungsi pengawasan dari pusat ke unsur paling bawah yaitu pemerintahan desa dinilai sangat terbatas sehingga potensi korupsi dana desa semakin besar.
Apalagi, dibuktikan dengan fakta yang terjadi ketika semakin meningkatnya kepala desa yang menjadi tersangka dari tahun ke tahun.
Berdasarkan catatannya, pada kurun waktu 2016—2017 sudah 110 kepala desa atau kades yang menjadi tersangka korupsi. Dari angka itu, merugikan keuangan negara mencapai Rp30 miliar.
Kemudian, pada 2018 atau setahun kemudian telah ada 102 kepala desa yang juga jadi tersangka korupsi. Tama menyebut bahwa angka itu yang terekam dalam pemberitaan, belum lagi yang tidak terpublikasi di media.
"Ini lonjakannnya sangat luar biasa. Kalau dulu setahun mungkin 12 sampai 20 orang [kepala desa]. Berarti sudah 212 kepala desa jadi tersangka dalam kurun waktu tiga tahun terakhir," ujarnya, di Gedung ACLC KPK, Jumat (8/11/2019).
Tak hanya itu, Tama juga mengatakan bahwa korupsi yang menjerat kepala desa masuk dalam lima besar pelaku korupsi selain ASN, kepala daerah, swasta, dan DRR/DPRD.
"Jadi semakin ke sini semakin banyak kades yang ditetapkan tersangka karena perkara korupsi. Nah, sekarang kalau kita kembali ke dalam konteks dana siluman, tentu ini semakin terjadi," ujarnya.
Menurut Tama, tercatat ada 15 pola korupsi dana desa seperti proyek fiktif, double budget untuk satu proyek yang sudah dianggarkan sebelumnya namun kembali dianggarkan, maupun modus peminjaman uang dana desa oleh oknum di pemerintahan desa yang tak dikembalikan.
"Tentu ini akan menjadi temuan di kemudian hari. Ini pola-pola yang sangat mudah kita jumpai," tuturnya.