Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Majelis Hakim Ultimatum HIL Lengkapi Legal Standing

Hawkins Infrastructure Limited, perusahaan asal New Zealand yang menggugat pailit PT Bangun Cipta Kontraktor dalam proyek PLTP Karaha di Kabupaten Tasikmalaya, lagi-lagi belum bisa melengkapi berkas gugatan seperti yang diminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/10).
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi/JIBI-Dwi Prasetya
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi/JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA — Hawkins Infrastructure Limited, perusahaan asal New Zealand yang menggugat pailit PT Bangun Cipta Kontraktor dalam proyek PLTP Karaha di Kabupaten Tasikmalaya, lagi-lagi belum bisa melengkapi berkas gugatan seperti yang diminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/10).

Padahal, majelis hakim sudah meminta Hawkins Infrastructure Limited (HIL) untuk segera melengkapi dokumennya sejak dua kali persidangan sebelumnya. Adapun dokumen atau legal standing yang belum bisa dipenuhi oleh HIL di antaranya anggaran dasar perusahaan yang seharusnya sudah dilegalisasi oleh KBRI New Zealand.

Selain itu, HIL juga belum memiliki perpanjangan izin dari BKPM. Saat ini, HIL hanya mengantongi izin yang sudah kedaluwarsa sejak 31 Desember 2017.

Pihak HIL mengaku bahwa tidak memiliki izin perpanjangan dengan alasan izin diperlukan apabila perusahaan mau mengerjakan proyek di Indonesia. Sehingga, ketika tidak beroperasi atau tidak memiliki proyek, maka izin tidak perlu diperpanjang.

Namun, majelis hakim memutuskan untuk memberikan kesempatan terakhir kepada HIL untuk melengkapi seluruh legal standing tersebut hingga Senin (28/10/2019) saat sidang selanjutnya digelar.

Menanggapi hal itu, kuasa hukum Bangun Cipta Kontraktor (BCK) Hendry Muliana Hendrawan dari AKHH Lawyers mengaku heran dengan alasan HIL yang tidak memperpanjang izin lantaran tidak sedang mengerjakan proyek.

Menurutnya, memang terdapat ketentuan dalam Pasal 41 ayat 5 Peraturan BKPM No. 13 Tahun 2017 yang isinya menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan kegiatannya, harus memiliki izin perwakilan. Namun, katanya, pemohon memaknai secara sempit tentang pemahaman izin dalam menyelenggarakan kegiatan hanya saat pengerjaan proyek.

“Alasan HIL tersebut sangat tidak masuk akal, padahal mereka masih memiliki banyak kewajiban di Indonesia,” tambahnya.

Hendry menilai, HIL masih memiliki kewajiban penyelesaian proyek seperti penyelesaian utang kepada vendor, subkontraktor, supplier, hingga laporan pajak yang belum selesai maupun masalah hukum lainnya terkait dengan kewajiban HIL selama beroperasi di Indonesia.

Jika HIL tidak ingin memperpanjang izin usahanya, justru dikhawatirkan HIL ingin melepaskankan diri dari kewajibannya di Indonesia. Meski begitu, Hendry menyerahkan seluruhnya kepada majelis hakim dalam melakukan penilaian. “Nanti kita lihat saja bagaimana interpretasi hakim pada sidang selanjutnya.”

Seperti diketahui, HIL mengajukan gugatan pailit kepada BCK dengan nomor gugatan 46/Pdt.Sus-Pailit/2019/PN Niaga Jkt.Pst. HIL mengklaim bahwa BCK memiliki utang dan tidak mau membayar terkait kerja sama operasi di proyek Karaha di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Klaim tersebut lantas dibantah BCK lantaran pihaknya telah menyelesaikan seluruh kewajibannya kepada para vendor sesuai porsinya, yakni 30%. Sedangkan HIL yang memiliki porsi sebesar 70% dan selaku penanggung jawab proyek, diklaim belum memenuhi kewajibannya kepada para vendor.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper