Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak dilibatkan Presiden joko Widodo dalam menelusuri rekam jejak calon menteri di kabinet kerja jilid II.
"Kita tidak diikutkan," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif, Senin (14/10/2019).
Kondisi ini tentunya berbeda dengan tahun 2014 lalu ketika Jokowi melibatkan KPK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam menelusuri rekam jejak calon menteri di awal pemeritahannya.
Ketika itu, sejumlah orang yang masuk dalam bursa calon menteri langsung dicoret Jokowi atas dasar masukan KPK dan PPATK.
Kendati tak lagi dilibatkan, Laode mengaku bahwa calon menteri yang akan mengisi kabinet ke depan diharapkan benar-benar orang yang berintegritas dan memiliki rekam jejak yang baik.
"Dari segi integritas tidak tercela. Kita berharap bahwa memilih yang betul-betul bersih, integritas yang baik dan profesional di bidangnya yang dia akan kerjakan [ke depan]," ujar Laode.
Baca Juga
Menurut Laode, pelibatan KPK dalam menelusuri rekam jejak calon menteri merupakan hak prerogatif presiden. KPK juga tidak masalah terhadap hal tersebut.
Hanya saja, lembaga antirasuah akan terbuka apabila Jokowi membuka peluang untuk melibatkan KPK di dalamnya.
"Kita berharap bahwa beliau cukup paham untuk mengetahui mana calon menteri yang mempunyai rekam jejak yang baik atau tidak," katanya.
Sebelumnya, Ketua KPK Agus Rahardjo menilai penting agar kandidat calon menteri diisi seseorang yang berintegritas dan memiliki rekam jejak yang baik, termasuk dari kalangan partai politik.
Hal tersebut, menurut Agus, lantaran jabatan menteri memiliki kekuatan, kekuasaan, dan mengelola dana pemerintah yang cukup besar sehingga sangat rawan terjadi korupsi.
Pegiat antikorupsi juga mendesak Presiden Jokowi untuk melibatkan KPK dalam menelusuri rekam jejak calon menteri di kabinetnya untuk lima tahun ke depan.
Manager Riset Transparency International Indonesia Wawan Suyatmiko mengatakan pelibatan KPK dalam menelusuri rekam jejak calon menteri diperlukan agar nantinya terhindar dari figur yang bermasalah.
Dua menteri di kabinet kerja saat ini, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Menpora Imam Nahrawi diduga tersandung masalah korupsi di masing-masing kementeriannya.
Apalagi, nama keduanya disebut dalam putusan hakim karena menerima suap. Adapun Menpora Imam Nahrawi sudah dijadikan tersangka oleh KPK.
Bahkan, mantan Menteri Sosial Idrus Marham telah divonis bersalah karena menerima suap Rp2,25 miliar terkait proyek kerja sama pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau-1.
"[Pelibatan KPK] untuk mencegah hal-hal korup terjadi," ujar Wawan saat dihubungi Bisnis, Minggu (18/8/2019) silam.
Wawan mengatakan pelibatan KPK bisa digunakan dengan menggunakan instrumen pencegahannya untuk memberikan masukan kepada Presiden Jokowi.
Selain rekam jejak, KPK dinilai bisa menelusuri dugaan potensi benturan kepentingan serta terkait kepatuhan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) calon menteri tersebut.
"Pengalaman [2014] yang lalu, pihak KPK dilibatkan oleh Presiden," kata Wawan.
Pihak PPATK juga perlu dilibatkan untuk mengetahui sejauh mana rekam jejak di bidang keuangan yang berelasi dengan para calon menteri ke depan.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch Donal Fariz sepakat dan mendesak bila KPK harus dilibatkan.
Alasannya, agar terhindar dari calon menteri yang tengah memiliki persoalan hukum sehingga merugikan pemerintahan Jokowi sendiri.
"Kita berharap Presiden Jokowi konsisten untuk dapat melibatkan KPK dalam melihat rekam jejak calon menteri," kata Donal.
Presiden Jokowi dalam pernyataannya di sejumlah media masa padaAgustus lalu menegaskan bahwa kabinet periode 2019-2024 telah disusun dan hanya tinggal diumumkan.
Jokowi mengaku jika komposisi calon menteri terdiri dari 55 persen kalangan profesional dan 45 persen dari parpol. Semua parpol koalisi disebut sudah mengetahuinya.
Adapun Jokowi dan Ma'ruf Amin akan rencananya akan dilantik pada 20 Oktober 2019 mendatang.