Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Begini Cara Menangkal Radikalisme di Sekolah

Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) mengklaim memiliki cara untuk menangkal paham radikal yang masuk ke setiap sekolah.
Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror./Antara
Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror./Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) mengklaim memiliki cara untuk menangkal paham radikal yang masuk ke setiap sekolah.

Pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal berpandangan radikalisme tengah berusaha menggeser ideologi Pancasila dan pengaruhnya mulai masuk ke setiap lapisan masyarakat. Dia menilai radikalisme sudah menjadi masalah nasional dan akut yang harus segera dihapuskan melalui pendidikan yang kritis.

“Sekolah-sekolah perlu menggalakkan cara belajar yang mengakomodasi pikiran kritis. Anak-anak juga perlu diberi ruang untuk belajar memahami apa itu keberagaman informasi dan literasi digital, terutama di pendidikan dasar dan keluarga,” tutur Rizal dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (8/10).

Berdasarkan data yang dirilis Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengenai radikalisme pada 2018 lalu, ada sebanyak 57,03 persen guru baik pada level SD dan SMP yang memiliki pandangan intoleran di Indonesia.

Hal itu senada dengan data yang dirilis Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), data itu menyebutkan 48,9 persen siswa mendukung adanya tindakan radikal.

Menurutnya, sebagai arena menuntut ilmu bagi generasi muda, sekolah memang rawan terjangkit radikalisme, namun sekaligus bisa menjadi titik awal untuk mematikan benih radikal tersebut dan menciptakan mekanisme untuk melindungi generasi dari pengaruh negatif apa pun.

“Pendidikan di sekolah tidak boleh mengukur nilai prestasi anak hanya dari angka atau nilai ujian, melainkan harus merangsang kekritisan berpikir,” katanya.

GSM sendiri, dikatakan Rizal, merupakan gerakan akar rumput di bidang pendidikan yang hingga kini telah mengubah paradigma pendidikan. Menurut Rizal, dalam prosesnya, GSM terus berjuang untuk mengubah nalar standardisasi yang monoton, jadi nalar personalized yang mampu mengasah daya pikir kritis anak secara lebih baik. Sehingga, radikalisme tidak akan memiliki lahan untuk tumbuh subur.

“Budaya dan pembelajaran di sekolah perlu diperbanyak dengan memantik pertanyaan dan diskusi agar anak-anak berusaha mencari jawaban dari berbagai referensi. Mempersiapkan generasi yang kritis dan melek digital adalah kunci, agar mereka tidak gampang terpancing paham radikalisme yang memanfaatkan kemajuan teknologi,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper