Bisnis.com, JAKARTA -- Pemilu Afghanistan diperkirakan hanya diikuti oleh sekitar 2 juta warga negara tersebut, di bawah proyeksi awal.
Negara Asia Selatan ini menggelar Pemilu pada Sabtu (28/9/2019), diiringi oleh pengamanan super ketat di seantero negeri. Meski demikian, tetap ada gangguan keamanan skala kecil.
Baca Juga
Seperti diketahui, Pemilu 2019 berlangsung di tengah mandeknya proses perdamaian antara Afghanistan, yang didukung AS, dengan Taliban. Selama beberapa tahun terakhir, pasukan Taliban kembali melakukan sejumlah serangan militer di negara tersebut.
Sebelumnya, seperti dilansir Reuters pada Minggu (29/9), jumlah pemilih yang sudah terdaftar tercatat sebesar 9,67 juta orang. Artinya, hanya 1 dari tiap 5 orang yang memilih.
Hasil Pemilu awal diperkirakan dapat disampaikan pada 17 Oktober dan hasil final pada 7 November. Jika tidak ada kandidat yang mendapat lebih dari 50 persen suara, maka Pemilu ronde kedua akan dilangsungkan.
Pemilu kali ini diikuti oleh 15 kandidat, salah satunya presiden petahana Ashraf Ghani. Pesaing terkuatnya adalah Abdullah Abdullah dan Ahmad Wali Massoud.
Dilansir dari Al-Jazeera, Abdullah adalah CEO Afghanistan sejak 2014. Jabatan itu diciptakan menyusul perselisihan terkait hasil Pemilu Afghanistan pada 2014, antara Ghani dan dirinya.
Sementara itu, Massoud adalah adik Ahmad Shah Massoud, yang merupakan pemimpin militer anti Soviet dan anti Taliban. Dia juga pernah menjadi Duta Besar Afghanistan untuk Inggris.
Adapun nama-nama lainnya yang memiliki potensi untuk menang adalah Gulbuddin Hekmatyar, Abdul Latif Pedram, dan Rahmatullah Nabil.
Selain itu, Pemilu ini menggunakan mesin biometrik untuk mencegah pemalsuan data pemilih. Meski demikian, tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS) dibekali dengan dokumen registrasi fisik untuk berjaga-jaga jika mesin biometrik mengalami masalah.