Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif The Indonesian Democracy Initiative, Arya Sandhiyudha mengkritisi Menristekdikti yang akan mencari kampus yang mendukung mahasiswanya demo dan akan memberikan sanksi ke dosen dan rektor.
“Ibarat kuliah, Menristekdikti ini layak drop out. Kampus secara sejarah adalah laboratorium gerakan moral dan intelektual. Pemerintahan di sebuah negara demokrasi tidak layak punya pernyataan seperti itu. Jangan-jangan Pak Nasir yang keliru dalam mengartikan arahan Pak Jokowi,” kata Arya, Jumat (27/9/2019).
Gelombang protes mahasiswa dan dosen, menurut Arya, seharusnya dapat ditanggapi positif sebagai suatu gerakan positif guna menggelorakan semangat antikorupsi di Indonesia.
“Dilihat dalam kacamata positif saja, kalau ini bukti kepada dunia internasional civil society kita masih aktif dan punya ruang berekspresi. Skala demo itu anggap sebagai ekspresi semangat antikorupsi generasi muda. Mereka aset masa depan Indonesia,” papar Arya.
“Semangat antikorupsi bagaimana pun harus didukung agar Indonesia bebas dari korup dan fokus dalam pembangunannya,” imbuh Arya.
Doktor bidang Ilmu Politik dan Hubungan Internasional itu mempertanyakan kebijakan Menristekdikti yang berseberangan dengan Presiden Jokowi yang akan menerima kalangan mahasiswa dan akademisi universitas,
“Justru Pak Jokowi kabarnya kan berencana bertemu dengan para aktivis mahasiswa mendengar aspirasi. Bukan tidak mungkin Presiden juga akan mengabulkan aspirasinya. Kenapa Menristekdikti justru malah mau memberi sanksi. Dia tidak berperan sebagai pembantu Presiden yang baik,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Menristekdikti Muhammad Nasir menyatakan bahwa dia akan menyambangi beberapa kampus besar yang menjadi basis demonstran beberapa hari silam.
Nasir juga mengaku akan memberikan sanksi kepada pimpinan perguruan tinggi yang mendukung mahasiswa menggelar aksi demonstrasi.