Bisnis.com, JAKARTA - Almarhum H.S. Dillon adalah salah satu tokoh yang semasa hidup hadir di sejumlah kegiatan penting Indonesia. Pemilik nama lengkap Harbrinderjit Singh Dillon ini meninggal dunia pada usia 74 tahun.
Dillon yang tercatat pernah menjadi anggota Komnas HAM ini sempat menjalani perawatan di RS Siloam Bali di Jalan Sunset Road, Kuta, Badung, Bali. Dillon dinyatakan meninggal karena penyakit komplikasi jantung dan paru-paru pada Senin (16/9/2019), sekitar pukul 18.27 Wita.
Turban khas kaum Sikh atau orang dari suku Jawa menyebutnya sebagai ubel-ubel menjadi ciri paling khas dari H.S. Dillon semasa hidup. Selain itu, perhatiannya yang intens pada pertanian membuat Dillon menempati posisi khas di Tanah Air. Tak mengherankan jika Dillon sempat digosipkan sebagai orang yang berada di daftar kandidat menteri pertanian.
Lahir di Medan, Sumatra Utara 23 April 1945 dan meninggal pada 16 September 2019, Dillon adalah salah satu tokoh Indonesia di bidang hak asasi manusia dan sosial-ekonomi. Ia pernah menjabat sebagai Direktur Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan. Dillon meraih penghargaan Global Award dari Priyadarshni Academy sebagai keturunan India di luar India yang memberikan kontribusi bagi negara yang ditinggalinya.
Di luar itu, Dillon begitu lekat dengan dunia pertanian. Ia pernah menjadi tenaga ahli diperbantukan pada Ketua Tim Khusus Proyek Perkebunan Berbantuan, Direktorat Jenderal, Departemen Perkebunan (1983-1985), kemudian Kepala bagian Pengkajian Komoditas Biro Kerja Sama Luar Negeri, Sekretariat Jenderal, Departemen Pertanian (1985-1990).
Pada 1994 Dillon menjadi Ketua Tim Konsolidasi Kantor Pemasaran Bersama (KPB) PT Perkebunan Departemen Pertanian, Ketua Tim Perumus Konsolidasi BUMN Sektor Pertanian, Departemen Pertanian, serta Kepala Biro Tata Usaha BUMN, Departemen Pertanian.
Bahkan selama enam tahun yakni dari 1990-1996 Dillon diangkat sebagai Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Pengembangan dan Perdagangan Komoditas.
Selepas karirnya di Departemen Pertanian, Dillon tak meninggalkan sektor pertanian. Ia bahkan semakin lantang bersuara ketika menjadi Direktur Eksekutif Centre for Agricultural Policy Studies (CAPS) sejak 1997.
Di luar perhatiannya pada dunia pertanian, Dillon dinilai sebagai ikon dalam hal persahabatan antara India dan Indonesia. Paling tidak, begitulah yang disampaikan budayawan keturunan India, Anand Krishna.
"Saya melihat beliau adalah ikon dalam hal persahabatan antara India dan Indonesia, perbuatannya, kerja samanya untuk meningkatkan hubungan itu di berbagai forum internasional maupun nasional dan jasa-jasa beliau untuk Indonesia akan kita kenang sepanjang masa, sebagai teman seperjuangan dengan Gus Dur juga pada masanya," kata Anand Krishna di Denpasar, Selasa (17/9/2019).
Anand Krishna mengatakan hal itu saat berada di rumah duka HS Dillon di RSAD Udayana di Jalan Sudirman Kota Denpasar, Bali.
Soal penyakit komplikasi yang diderita Dillon, Anand Krishna mengatakan dirinya mengetahui tentang kondisi Dillon sejak dua tahun lalu.
Krishna menambahkan, meskipun dalam kondisi sakit, Dillon tetap berkarya dan mandiri dengan hanya ditemani protokolnya.
"Saya sudah mengetahui waktu itu hampir dua tahun yang lalu beliau sedang mengalami apa yang disebut gagal jantung," ujar Anand Krishna sambil mengenang betapa Dillon masih tampil penuh semangat. "Dalam keadaan begitu pun dia masih bisa berkarya, ke mana-mana dan sendirian, cuma didampingi oleh protokolnya," ucap Anand Krishna.
"Saya dekat dengan beliau dalam kondisi apa pun dan juga sama saya ketika mengalami guncangan dan saya ingat juga beliau menulis kata pengantar untuk salah satu buku saya jadi banyak sekali," kata Anand Krishna.
Mantan utusan khusus kepresidenan urusan penanggulangan kemiskinan ini meninggalkan seorang istri, Drupadi S. Harnopidjati dan tiga anak yakni Haryasetyaka Singh Dillon, Mahawira Singh Dillon, dan Mahareksha Singh Dillon.