Bisnis.com, JAKARTA -- Konsentrasi pencemaran udara di Sampit, Kalimantan Tengah terus meningkat dan bahkan melebihi nilai ambang batas konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan, yang sebesar 150 mikrofon.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan partikulat PM10 (partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 10 mikron) di Sampit mencapai di atas 550 mikron pada Jumat (13/9/2019). Jumlahnya melonjak menjadi 918,92 mikron pada hari ini.
"Ini alasan mendesak mengapa hujan buatan segera dilakukan," ujarnya di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Sabtu (14/9).
Pontianak juga mengalami tren kenaikan konsentrasi PM10 pagi tadi, dengan nilai 96,42 mikron. Namun, masih dikategorikan sedang.
Baca Juga
Sementara itu, konsentrasi PM10 di Pekanbaru mengalami penurunan 339,36 mikron menjadi 128,23 mikron pada pagi ini.
Dwi menerangkan kondisi kualitas udara selalu fluktuatif karena dipengaruhi kondisi asap dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Kepala BNPB Letjen Doni Monardo menyampaikan penyebab tingkat ketebalan asap dan polutan semakin tinggi karena curah hujan yang nyaris tidak ada di wilayah tersebut. Per Agustus 2019, jumlah lahan gambut yang terbakar pun sangat luas yakni mencapai 89.563 hektare (ha) dari total karhutla yang mencapai 328.724 ha.
"Lahan gambut yang terluas terbakarnya itu ada di Riau, mencapai 40.000 ha," tuturnya di lokasi yang sama.
Doni mengatakan memadamkan api di lahan gambut bukan pekerjaan yang mudah karena banyaknya armada tak menjamin api bisa cepat padam. Sejauh ini, 50 unit helikopter telah dikerahkan untuk melakukan water bombing di lahan yang terbakar.
"Di Sumatra Selatan, pengakuan dari salah satu officer BNPB, sudah 1 bulan, di satu tempat hingga hari ini, gambutnya belum padam," ungkapnya.